Suara.com - Kubu Sambo kini menaruh perhatian pada status justice collaborator (JC) yang diberikan LPSK kepada Bharada E atau Richard Eliezer dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
Adapun sosok pengacara Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Febri Diansyah memberikan 'serangan' kepada Richard dengan mencecar apakah status justice collaborator yang ia miliki sesuai dengan pasal yang kini disangkakan kepadanya.
"Nah, pertanyaan sederhananya, apakah klausul justice collaborator ini bisa digunakan untuk Pasal 340 atau Pasal 338 (KUHP)?," tanya Febri di persidangan.
Senada dengan pertanyaan Febri, sosok ahli hukum pidana, Mahrus Ahli juga dihadirkan dalam sidang tersebut dan menjelaskan bahwa status JC hingga kini tidak dapat digunakan dalam kasus pembunuhan, terlebih pembunuhan berencana.
"Persoalannya itu adalah karena di Pasal 28 itu kan JC itu hanya diberikan kepada pelaku tindak pidana tertentu." jelas Mahrus.
"Pembunuhan tidak ada di situ (Pasal 28 Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban)," ujar Mahrus.
Menilik kembali syarat mejadi Justice Collaborator
Berkat 'serangan' dari kubu Sambo tersebut, publik kini mulai kembali mencari tahu dan menilik syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi ketika seseorang hendak menjadi justice collaborator.
Mengutip penjelasan Hasanudin, S.H., M.H. (Penyuluh Hukum Muda) yang dirilis melalui laman LSC Badan Pembinaan Hukum Nasional, kehadiran JC diatur dalam beberapa peraturan yakni UU Nomor 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan bagi pelapor tindak pidana (whistleblower).
Baca Juga: Sartini PRT Sambo Sebut Putri Candrawathi Tampak Baik-baik Saja Satu Hari Pasca Brigadir Yosua Tewas
JC juga diatur dalam Peraturan Bersama KPK, Kejaksaan, Kepolisian, LPSK, serta Menteri Hukum dan HAM tentang Perlindungan bagi Pelapor, Saksi Pelapor, dan Saksi pelaku yang bekerja sama Tahun 2011.