MK sebelumnya menyatakan UU Cipta Kerja sebagai produk hukum yang inskonstitusional bersayarat, melalui putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020.
Dalam uji formil, UU Cipta Kerja tidak memenuhi dua syarat utama. Pertama, tidak memiliki dasar atau bantalan hukum dalam pembuatannya. Kedua, tidak memenuhi syarat partisipasi bermakna.
"Maka sudah pasti secara formil dan materiilnya UU Cipta Kerja ini adalah barang haram," kata Rudi.
Tapi, pemerintah malah menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 dan tidak menjalankan amar putusan MK tersebut.
Apalagi, kata Rudi, Perppu No 2/2022 itu adalah alat represi untuk memaksa kehidupan kaum buruh menjadi lebih buruk.
"Kami menilai penerbitan perppu ini jelas tidak memenuhi syarat penerbitannya, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 22 UUD 1945 juncto putusan MK Nomor138/PUU-II/2009," ucap Rudi.
Kehadiran perppu tersebut, tambah Rudi, jelas mengganggu, merusak tatanan dan merugikan kehidupan bernegara yang demokratis.
Tidak hanya itu, terbitnya perppu tersebut juga menambah daftar panjang tindakan ugal-ugalan pemerintah dalam membuat sejumlah kebijakan.
"Presiden telah menipu rakyat karena saat itu Jokowi meminta kaum buruh dan masyarakat yang menolak UU Cipta Kerja agar melakukan pengujian hukum MK. Saat MK memutuskan UU Cipta Kerja inkonstitusional, Presiden justru mengakalinya dengan menerbitkan perppu," jelas Rudi.
Baca Juga: Sekjen NasDem Johnny Plate Didepak dari Menteri Jokowi? NasDem Nyari 'Tukang Goreng'
Sebelumnya, Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja.