Polusi Energi Bakar Batubara, Petaka Bagi Warga

Erick Tanjung Suara.Com
Selasa, 21 Februari 2023 | 16:31 WIB
Polusi Energi Bakar Batubara, Petaka Bagi Warga
Aktivitas PLTU Indramayu yang berada di Desa Mekarsari, Indramayu, Jawa Barat. (Dok. Trend Asia)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Lain Surmi, lain juga dialami oleh Rodi. Menurutnya kendati telah menggunakan sistem Co-firing, dampak yang dirasakan justru lebih buruk. Rodi merupakan seorang petani yang lahannya berada sekitar 500 meter dari PLTU.

Ia menceritakan keberadaan PLTU. Menurutnya, abu yang keluar dari cerobong lebih pekat dan padat. Akibatnya, ia membutuhkan obat semprot lebih banyak dari biasanya untuk tanaman padi di sawah. Hal itu mengakibatkan biaya produksi padi membengkak.

Dalam satu lahan miliknya seluas 70 meter persegi saja, Rodi harus mengeluarkan biaya sebesar Rp10-12 juta sampai panen. Padahal sebelum adanya PLTU biaya yang dikeluarkan berkisar Rp5 juta.”Normalnya butuh obat habis dua botol. Namun karena PLTU bisa bertambah dari dua botol,” kata Rodi dalam perbincangan dengan Suara.com baru-baru ini.

Aktivitas PLTU Indramayu yang berada di Desa Mekarsari, Indramayu, Jawa Barat. (Dok. Trend Asia)
Aktivitas PLTU Indramayu yang berada di Desa Mekarsari, Indramayu, Jawa Barat. (Dok. Trend Asia)

Selain itu, air untuk irigasi persawahan menghitam ketika pembangkit mengeluarkan abu. Hal ini kian memperburuk tanaman padinya. Ia harus memanen lebih lama dari waktu panen pada umumnya. Normalnya padi panen 3-4 bulan. Karena abu dan air irigasi menghitam, waktu panen menjadi  enam bulan. ” Sudah biaya besar dan waktunya lama,” kata Robi yang mengaku sudah berulang kali protes kepada pihak perusahaan.

Tak hanya padi, tanaman lain seperti timun dan kacang kerap mati ketika ditanam. Hasil panen yang dihasilkan tidak maksimal karena setiap panen timun dan kacang buahnya jadi kecil-kecil. Lebih parah lagi, tanamannya kerap layu karena terkena abu. ”Menanam sayur-mayur jadi sulit. Tidak berbuah lagi,” katanya.

Rodi kian yakin dengan keberadaan PLTU dengan Co-firing memperburuk keadaan. Dalam beberapa tahun ini saja perkebunan kelapa miliknya juga ikut mati. Kondisi serupa, kata Rodi, dialami di lima kecamatan yang berada tak jauh dari PLTU.

Padahal kelapa merupakan sumber penghidupan utama selain sawah lantaran tidak memiliki masa waktu panen. ”Penghasilan dari kelapa jadi berhenti. Pohon kelapa habis. Dalam satu-dua tahun makin manjang dampak PLTU ke pohon kelapa. Semua mati. Tidak ada pohon kelapa saat ini,” ungkapnya.

PLTU Indramayu merupakan pembangkit yang dibangun oleh PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) yang merupakan anak usaha dari Pembangkit Listrik Negara (PLN).  Telah berdiri selama 12 tahun sejak peresmian pertama pada 2010 lalu, kapasitas energi yang dihasilkan dari pembangkit ini mencapai 1 x 1000 Megawatt.  Pembangkit ini merupakan bagian dari rencana Presiden Joko Widodo untuk mewujudkan proyek 36.000 MW.

PLTU Indramayu telah menerapkan sistem Co-firing-sebuah sistem pembakaran bersama antara batubara dan biomassa yang bahannya dari bubur kertas, pellet kayu, hingga cangkang sawit. Kondisi itu dilakukan oleh PT PJB sebagai bagian dari uji coba Co-firing di 20 PLTU milik PLN. 

Baca Juga: Hetero For Startup Season 3, Ganjar Pranowo Tak Menyangka Bisa Seluas Ini Jangkauannya

Komunikasi Korporasi  PT PJB, Andhanto KM menyampaikan pembangunan PLTU Indramayu masuk salah satu contoh penerapan PLTU Co-firing. Namun ia tidak dapat memastikan berapa persen penggunaan campuran batubara dan bahan lain untuk pembakaran PLTU Indramayu. ”Saya tidak hafal berapa persen co-firing di Indramayu,” ujarnya ketika dihubungi melalui telepon, Kamis, 16 Februari 2023.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI