Suara.com - Sudah 30 tahun lebih Megawati Soekarnoputri menjabat sebagai Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Sosok Mega yang kharismatik membuatnya tak tergantikan di partai berlambang banteng ini.
Megawati pertama kali duduk di kursi Ketum PDIP di tahun 1993 saat Musyawarah Nasional (Munas) yang digelar 22-23 Desember di Hotel Garden, Kemang, Jakarta Selatan. Ketika itu PDIP masih bernama Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Bukan perkara mudah bagi Megawati untuk menjadi orang nomor 1 di PDI sebab pemerintah saat itu tidak menyukai sosoknya yang merupakan anak Proklamator Bung Karno.
Megawati pertama kali bergabung menjadi kader PDI di tahun 1987 setelah dibujuk sang suami, Taufiq Kiemas. Sebenarnya keluarga besar Bung Karno telah bersepakat tidak mau terlibat dalam politik praktis karena trauma masa lalu khususnya pasca peristiwa Gerakan 30 September 1965.
Namun rezim Suharto yang otoriter menggerakkan kembali hati keluarga besar Presiden ke-1 RI Sukarno untuk berjuang di ranah politik. Diawali Taufiq Kiemas yang masuk PDI tahun 1982, baru kemudian disusul Megawati pada 1987 dan Guruh Soekarnoputra.
Di tahun 1993, terjadi konflik internal di tubuh PDI. Konflik ini mengakibatkan Kongres IV PDI di Medan, Sumatera Utara, pada Juli 1993, menemui jalan buntu.
Kuatnya intervensi pemerintah membuat PDI gagal memilih ketua umumnya. Di tengah konflik internal itu, muncullah nama Megawati Soekarnoputri sebagai calon ketua umum PDI selanjutnya.
KLB Ricuh
Sebagai anak Proklamator Sukarno, kehadiran Megawati diharapkan bisa meredakan konflik internal partai. Pada 2-6 Desember 1993, digelar Kongres Luar Biasa (KLB) PDI di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur.
Baca Juga: Diragukan Lawan Ridwan Kamil, Mampukah Pramono Anung Menangkan Hati Warga Jakarta?
Megawati menjadi calon kuat Ketum PDI. Munculnya nama Mega membuat pemerintah gerah. DIbuatlah upaya menjegal Megawati agar tidak bisa hadir di KLB.