Desak Badan Gizi Nasional Evaluasi Menyeluruh Program MBG, ICW Temukan Tiga Masalah

Sabtu, 08 Maret 2025 | 16:17 WIB
Desak Badan Gizi Nasional Evaluasi Menyeluruh Program MBG, ICW Temukan Tiga Masalah
Ilustrasi pelaksanaan hari pertama program Makan Bergizi Gratis (MBG). [Suarajogja.id/Hiskia Andika Weadcaksana]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Badan Gizi Nasional (BGN) segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Pasalnya ICW menilai program MBG cacat dari sektor anggaran, kebijakan teknis, pelaksanaan, hingga pengawasan. Selain itu, segala informasi mengenai program MBG tertutup untuk publik.

"Selama dua bulan program MBG berjalan, setidaknya terdapat tiga masalah mendasar dalam program MBG," kata Peneliti ICW, Dewi Anggraeni, dalam keterangannya, Sabtu (8/3/2025).

Pertama, ICW membeberkan belum ada kebijakan yang mengatur tata kelola dan mekanisme pelaksanaan MBG secara komprehensif.

"Hasil penelusuran ICW mengenai kebijakan MBG menyimpulkan, bahwa produk kebijakan yang dilahirkan hanya mengakomodir ambisi Prabowo agar MBG bisa berjalan di awal kepemimpinannya sejak tahun 2025," ujarnya.

"Rentetan kebijakan MBG dapat terlihat dari terbitnya Perpres 83/2024 tentang pembentukan Badan Gizi Nasional (BGN) sebagai Koordinator Pelaksana Program MBG yang dikeluarkan Presiden Jokowi pada 15 Agustus 2024. Dalam waktu empat bulan, program MBG dijalankan di seluruh wilayah Indonesia. Kemudian dalam perjalanan program, ada pemotongan anggaran negara untuk membiayai MBG dan program Presiden lainnya. Perencanaan dalam waktu singkat, minim transparansi informasi dan pelibatan stakeholders maupun publik, serta larangan mempublikasikan program MBG menjadi kombinasi jitu untuk menghabiskan anggaran dan membuka peluang besar terjadinya korupsi," sambungnya.

Kedua, kata dia, perhitungan kebutuhan anggaran MBG yang serampangan berdampak pada pemangkasan anggaran pemerintahan.

"Menteri Keuangan menyebutkan bahwa anggaran yang dibutuhkan sebesar Rp306,6 triliun dengan Rp100 triliun yang dikumpulkan akan diberikan kepada BGN. Sedangkan Kepala BGN menyebutkan bahwa program MBG hanya membutuhkan anggaran Rp1 triliun per bulan, artinya dalam 12 bulan yang dibutuhkan adalah Rp12 triliun," katanya.

"Bagaimana penggunaan Rp82 triliun sisanya? ICW menduga bahwa anggaran ini akan dipakai untuk operasional BGN yang bekerjasama dengan Kementerian Pertahanan untuk mencetak Sarjana Penggerak Pertumbuhan Indonesia (SPPI) dan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang ditargetkan mencapai 5000 SPPG. Mirisnya, di tengah banyaknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan pengurangan penggunaan fasilitas publik, SPPI diproyeksikan akan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) BGN," sambungnya.

Baca Juga: Viral Anak SD Dapat Menu MBG Berisi Ayam Mentah, Reaksi Kepala BGN: Biasanya Terjadi di SPPG Baru

Siswa SDN 1 Butuh Sukoharjo saat mendapatkan program makan bergizi gratis, Senin (6/1/2025). [Suara.com/Ari Welianto]
Siswa SDN 1 Butuh Sukoharjo saat mendapatkan program makan bergizi gratis, Senin (6/1/2025). [Suara.com/Ari Welianto]

Ketiga, kata dia, soal mekanisme pengadaan MBG yang tidak transparan. Tertutupnya informasi pengadaan MBG ini, kata ICW, berdampak pada kualitas makanan yang diterima penerima manfaat, dan tidak terserapnya bahan pangan lokal.

Selain itu, minimnya informasi latar belakang SPPG berpotensi tinggi menimbulkan konflik kepentingan dengan verifikator BGN, monopoli, bahkan persaingan usaha yang tidak sehat.

Adapun ICW yang tergabung dalam koalisi MBG mendesak BGN untuk:

  1. Dalam meningkatkan transparansi dalam pengelolaan anggaran program MBG, BGN harus membuka rincian anggaran secara terbuka, termasuk perhitungan anggaran yang jelas untuk setiap pos dan sumber alokasi anggaran, serta memastikan bahwa penggunaan anggaran tepat sasaran.
  2. Menjamin keterbukaan informasi kepada publik mengenai progres dan hasil pelaksanaan program MBG. Hal ini mencakup informasi mengenai jumlah penerima manfaat, lokasi distribusi, serta ketersediaan bahan pangan yang sesuai dengan standar gizi yang ditetapkan.
  3. Melakukan pengawasan internal, eksternal, dan evaluasi reguler terhadap pelaksanaan program MBG, dan menginformasikan kepada publik.
  4. Menginformasikan mekanisme pengadaan yang jelas dan terbuka, misalnya proses pengadaan bahan pangan, kemasan makanan, dan pihak terkait lainnya dilaksanakan dengan mekanisme yang jelas dan sesuai aturan pengadaan pemerintah. Hal ini untuk mencegah praktik monopoli, penyalahgunaan kekuasaan, atau persaingan usaha tidak sehat, serta memastikan bahwa makanan yang didistribusikan sesuai dengan standar gizi yang dibutuhkan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI