Menurut Rai, skenario ini sangat mungkin terjadi di Bali.
Ia berujar bahwa PHK pasti akan terjadi karena tak ada meeting dan acara di hotel tersebut.
"Banyak hotel kehilangan sumber pendapatan utama mereka. Banyak kementerian dan lembaga pemerintah yang membatalkan acara akibat anggaran yang dipotong, sehingga sektor MICE terpuruk," katanya.
Kendati demikian soal PHK ini masih dalam tahap perencanaan dan belum dilakukan sepenuhnya.
"Saat ini kami masih bertahan, tapi jika kondisi terus memburuk, kami terpaksa melakukan efisiensi tenaga kerja, terutama di sektor MICE," tambahnya.
Meskipun memberikan dampak yang besar, namun situasinya tidak akan separah pandemi Covid-19.
"Saat pandemi, sektor pariwisata benar-benar lumpuh karena penerbangan dihentikan dan aktivitas ekonomi terhenti. Sekarang, penerbangan masih berjalan, dan wisatawan masih datang, meskipun dengan preferensi akomodasi yang berbeda," jelasnya.
Pemerintah diharapkan bisa mengkaji kembali terkait kebijakan efisiensi anggaran ini karena menurut Rai, industri perhotelan telah berupaya mengatasi situasi ini dengan berbagai strategi promosi dan kerja sama dengan wholesaler serta travel agent.
Akan tetapi tanpa dukungan yang lebih fleksibel, sektor ini akan terus mengalami tekanan.
Baca Juga: Bali United Tanpa 8 Pemain Kunci, Bakal Sulit Tembus Papan Atas BRI Liga 1?
"Pemerintah bisa mengurangi jumlah meeting dari tiga hingga empat kali menjadi satu atau dua kali dalam setahun, tetapi jangan dihilangkan sama sekali. Sektor MICE ini bukan hanya menyangkut hotel, tetapi juga UMKM yang bergantung pada event-event di hotel," pungkasnya.
Uuntuk itu pemerintah diharapkan mengkaji kembali.
Saat ini hotel dan sektor terkait telah berupaya mengatasi kondisi ini dengan melakukan berbagai promosi dan kerja sama.
Akan tetapi bila tak ada perubahan kebijakan, maka sektor ini akan tetap terpukul.
“Jangan sampai dihilangkan sama sekali. Karena penurunan bisnis MICE ini juga berdampak ke UMKM yang selama ini bergantung pada event-event di hotel," jelasnya.