Sebagai contoh, Indonesia menurut Nur bisa secara proaktif menawarkan paket investasi terintegrasi di sektor baterai kendaraan listrik.
Seperti memberikan kemudahan bagi perusahaan AS untuk berinvestasi di smelter nikel atau pabrik baterai, dengan jaminan pasokan bahan baku dan insentif fiskal.

"Sebagai imbalannya, Indonesia meminta agar produk turunan nikel tersebut dan mungkin beberapa produk ekspor andalan lainnya (misalnya tekstil berkualitas tinggi atau furnitur dengan desain unik) mendapatkan tarif preferensial atau dibebaskan dari tarif tambahan," tuturnya.
Contoh lain, Indonesia bisa juga memberikan fasilitasi impor produk pertanian atau teknologi kesehatan AS yang dibutuhkan pasar Indonesia.
Dengan adanya tawaran itu, tentunya dapat ditukar dengan perlakuan serupa untuk produk perikanan atau kerajinan Indonesia di pasar AS.
"Penting juga untuk mempercepat upaya diversifikasi pasar ekspor, seperti melalui penyelesaian perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif (CEPA) dengan Uni Eropa atau pasar potensial lainnya," katanya.
Semakin kecil ketergantungan Indonesia pada pasar AS, kata Nur, maka semakin kuat posisi tawarnya dalam negosiasi bilateral. Reformasi regulasi yang ditargetkan untuk mempermudah masuknya barang-barang strategis AS juga bisa menjadi gestur baik yang membangun kepercayaan.
Momentum
Selain disarankan tidak menggunakan startegi yang sama seperti negara lain, Nur juga mengingatkan Prabowo tidak perlu bersikap pasif atau pesimistis. Sebab Indonesia memiliki aset strategis yang signifikan –sumber daya mineral kritis, pasar domestik yang besar, dan posisi geopolitik penting– yang dapat dikonversi menjadi daya tawar yang kuat.
Baca Juga: Saran Rocky Buat Prabowo 'Lawan' Tarif Trump: Kuatkan Diplomasi, Jadikan Dino Patti Djalal Dubes
Namun menurut Nur potensi ini hanya akan terwujud jika diiringi dengan langkah-langkah konkret: mengatasi kelemahan struktural internal, terutama terkait iklim investasi dan regulasi, serta merancang proposal negosiasi yang inovatif, transaksional, dan fokus pada penciptaan win-win solution.
"Jalan ke depan membutuhkan kecerdikan diplomatik, koordinasi antar-kementerian yang solid, dan kemauan politik untuk melakukan reformasi yang diperlukan," ujarnya.
Dengan strategi yang tepat, Nur meyakini ancaman tarif justru bisa menjadi momentum bagi Indonesia untuk menegaskan posisinya sebagai mitra strategis yang setara dan tak terhindarkan bagi Amerika Serikat.
Sekaligus membuka jalan bagi hubungan ekonomi yang lebih kuat dan saling menguntungkan di masa depan.
"Indonesia memiliki kartu yang bagus, kini saatnya memainkannya dengan cerdas," katanya.