Suara.com - Amnesty International Indonesia (AII) menanggapi pernyataan Menteri Sekretaris Negara yang merangkap Juru Bicara Presiden, Prasetyo Hadi soal tidak mempermasalahkannya usulan menjadikan Presiden ke-2, Soeharto sebagai pahlawan nasional.
Direktur Eksekutif AII, Usman Hamid menilai Prasetyo Hadi tidak sensitif terhadap perasaan korban-korban pelanggaran HAM berat masa lalu yang terjadi selama Orde Baru alias Orba.
Usulan Soeharto menjadi pahlawan nasional, lanjut Usman, mencederai amanat reformasi yang memandatkan penuntasan kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi selama 32 tahun Soeharto memimpin Indonesia dengan tangan besi.
“Keluarga korban pelanggaran HAM berat masa lalu hingga hari ini masih mendambakan keadilan yang tak kunjung datang. Oleh karena itu, usulan tersebut harus ditolak jika negara masih memiliki komitmen terhadap penuntasan pelanggaran HAM berat masa lalu,” kata Usman dalam keterangannya ditulis Suara.com, Selasa (22/4/2025).
Usulan diangkatnya Soeharto menjadi pahlawan nasional lantaran semasa menjabat sebagai presiden, ia disinyalir melakukan kekerasan yang bersifat sistematis terhadap rakyatnya, pembredelan media massa, pelanggaran berat HAM, serta praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang terstruktur.
![Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid saat berada di Kantor KPU, Jakarta pada Rabu (6/12/2023). [Suara.com/Dea]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2023/12/06/77840-direktur-amnesty-international-indonesia-usman-hamid.jpg)
Tanpa mempertimbangkan semua masalah tersebut, saat ini bangsa Indonesia justru mengusulkan Soeharto sebagai pahlawan nasional hanya menghapus dosa-dosa Soeharto dan memutarbalikkan sejarah.
Usman Hamid menilai, dibandingkan mengusulkan Soeharto sebagai pahlawan, pemerintah seharusnya fokus menunaikan komitmen untuk mengusut berbagai pelanggaran berat HAM selama era Soeharto yang telah diakui negara lewat berbagai TAP MPR pada awal reformasi hingga pernyataan Presiden pada Januari 2023.
Adapun dugaan pelanggaran HAM tersebut yakni, peristiwa 1965-1966, peristiwa Penembakan Misterius (Petrus) 1982-1985, peristiwa Tanjung Priok 1984, peristiwa Talangsari, Lampung 1989, peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989.
Selanjutnya penyerangan kantor PDI 27 Juli 1996, peristiwa penghilangan orang secara paksa 1997-1998, peristiwa kerusuhan Mei 1998, peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999, kejahatan kemanusiaan di Aceh, Timor Timur, Papua dan kasus-kasus pelanggaran HAM lainnya yang belum diusut tuntas oleh negara.
Baca Juga: Anak Rocker Ahmad Albar Gak Kapok Pakai Narkoba, Begini Kondisi Fachri Albar saat Diciduk Polisi
Diusulkan jadi Pahlawan Nasional
Diketahui, nama Presiden ke-2 RI Soeharto kekinian ada yang mengusulkan untuk diangkat menjadi pahlawan nasional. Pengusulnya adalah dari kalangan masyarakat.
Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf alias Gus Ipul menjelaskan bahwa alur pengusulan nama Soeharto awalnya disampaikan masyarkaat lewat acara seminar.
“Masukan dari masyarakat lewat seminar, dan lain sebagainya. Nah, setelah seminar selesai, ada sejarawannya, ada tokoh-tokoh setempat, dan juga narasumber lain yang berkaitan dengan salah seorang tokoh yang diusulkan jadi pahlawan nasional,” ujar Gus Ipul seusai menghadiri acara halal bihalal Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM) di Jakarta, Minggu (20/4) malam.
Gus Ipul mengatakan bahwa bila usulan tersebut diterima oleh bupati/wali kota, maka akan disampaikan kepada gubernur.

“Setelah itu, nanti prosesnya naik ke atas, ke gubernur. Ada seminar lagi, setelahnya baru ke kami (Kemensos),” katanya.
Selanjutnya Kementerian Sosial kata Gus Ipul, melalui Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial akan membuat tim untuk memproses semua usulan nama pahlawan nasional.
“Timnya juga terdiri dari berbagai pihak. Ada akademisi, sejarawan, tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat,” jelasnya.
Menurut dia, tim yang dibentuk Ditjen Pemberdayaan Sosial Kemensos akan membahas semua usulan nama pahlawan dari seluruh gubernur di Indonesia.
“Nah, setelah itu, nanti kami matangkan. Saya akan mendiskusikan, dan memfinalisasi. Kami tanda tangani. Langsung kami kirim ke Dewan Gelar,” ujarnya.
Gus Ipul juga berjanji kementeriannya bakal mendengarkan rakyat mengenai penolakan usulan Presiden Ke-2 RI Soeharto sebagai pahlawan nasional.
“Ya tentu kami semua dengar ya. Ini bagian dari proses. Semua kami dengar, kami ikuti (terkait ada penolakan),” ujar dia.
![Sejumlah aktivis Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan mengikuti Aksi Kamisan ke-857 di seberang Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (10/4/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/04/10/80512-aksi-kamisan-aksi-kamisan-depan-istana-tolak-soeharto-jadi-pahlawan-nasional.jpg)
Saifullah mengatakan semua usulan dari masyarakat akan ditindaklanjuti oleh Kementerian Sosial.
“Normatifnya juga kami lalui. Kalau kemudian ada kritik, ada saran, tentu kami dengarkan,” katanya.
Usulan 10 Nama
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Kemensos, Mira Riyati Kurniasih, dalam pernyataan tertulis di Jakarta, Selasa (18/3), mengungkapkan sudah ada 10 nama yang masuk dalam daftar usulan calon Pahlawan Nasional 2025.
Beberapa tokoh yang kembali diusulkan, antara lain Abdurrahman Wahid (Jawa Timur), Soeharto (Jawa Tengah), Bisri Sansuri (Jawa Timur), Idrus bin Salim Al-Jufri (Sulawesi Tengah), Teuku Abdul Hamid Azwar (Aceh), dan Abbas Abdul Jamil (Jawa Barat).
Sementara itu, empat nama baru yang diusulkan tahun ini, yaitu Anak Agung Gede Anom Mudita (Bali), Deman Tende (Sulawesi Barat), Midian Sirait (Sumatera Utara), dan Yusuf Hasim (Jawa Timur).