Menyimpang dari Fungsi Militer, Masyarkat Sipil Minta Panglima Batalkan Pengerahan TNI ke Kejaksaan

Dwi Bowo Raharjo Suara.Com
Jum'at, 16 Mei 2025 | 08:04 WIB
Menyimpang dari Fungsi Militer, Masyarkat Sipil Minta Panglima Batalkan Pengerahan TNI ke Kejaksaan
Ilustrasi prajurit TNI akan dikerahkan amankan kejaksaan. (Antara/ist)

Suara.com - Pengerahan personel TNI ke kantor-kantor Kejaksaan di seluruh Indonesia tengah menjadi sorotan publik, terutama dari kalangan kampus dan pegiat masyarakat sipil.

Dosen dan pengamat sosial-politik Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) Kepulauan Riau, Robby Patria, menilai kebijakan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto itu bertentangan dengan semangat awal reformasi, yakni menjaga supremasi sipil dalam kehidupan bernegara.

Kehadiran TNI di kantor kejaksaan kata Robby, dikhawatirkan dapat membuka celah penyalahgunaan wewenang dan mengaburkan batas sipil-militer.

"Sudah banyak masukan masyarakat sipil agar Panglima TNI membatalkan kebijakan ini karena dinilai menyimpang dari fungsi pokok militer. Apalagi, tak ada peristiwa luar biasa yang mengancam institusi Kejaksaan," ujar Robby.

Pengurus Pusat Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) itu menambahkan, jika saja Panglima TNI memiliki informasi terkait ancaman terhadap institusi Kejaksaan yang tak diketahui oleh institusi lain, sebaiknya informasi tersebut disampaikan ke pihak kepolisian karena tugas menjaga keamanan dan ketertiban menjadi domain Polri.

"Kita harus menjaga agar prinsip-prinsip dasar tata kelola negara yang demokratis ditegakkan oleh segenap elit politik, sipil maupun militer," tegasnya.

Ia menyebut nota kesepahaman antara TNI dan Kejaksaan belum cukup dijadikan rujukan hukum bagi pengerahan pasukan militer untuk menjaga institusi Kejaksaan. Sebab, menurut UU No. 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI, setiap pelibatan militer dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP) harus melalui keputusan politik negara.

“Pengerahan semacam itu tidak bisa menggantikan regulasi formal seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden,” kata dia.

Lebih lanjut Robby mengingatkan, agar publik menjadikan peristiwa tersebut sebagai momentum untuk terus mengawal agenda reformasi TNI pasca-reformasi 1998.

Baca Juga: TNI Jaga Kantor Kejaksaan? Anggota DPR Ungkap Bahaya Tersembunyi di Baliknya!

“Kita perlu melihat kebijakan seperti dengan lensa yang kritis karena publik ingin melihat TNI kita fokus menjadi alat pertahanan negara yang handal di tengah tantangan geopolitik yang semakin berat,” ujarnya.

Tentara Negara Indonesia.
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto bersama prajurit TNI. (Ist/Antara)

Sebelumnya, Pengamat politik dan militer Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting, berpendapat kebijakan pengamanan Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) di seluruh wilayah Indonesia menandakan ada situasi yang genting.

Menurutnya, perintah Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto yang tertuang dalam Telegram Panglima TNI No TR/442/2025 tertanggal 5 Mei 2025 itu memang tidak bisa dianggap biasa, mengingat ada banyaknya kantor Kejaksaan di 514 kabupaten/kota di Indonesia.

"Berarti di seluruh kejaksaan negeri di Indonesia itu diamankan oleh militer, dalam hal ini angkatan darat dan juga berkoordinasi dengan angkatan laut dan angkatan udara apabila pemenuhan personilnya kurang," kata Ginting saat menjadi bintang tamu di podcast Refly Harun, ditulis Senin (12/5/2025).

"Nah ini berarti ada sesuatu menurut saya bisa jadi ada sesuatu yang genting sehingga perlu backup dari militer," Ginting menambahkan.

Namun demikian, Ginting memertanyakan sikap Kejaksaan Agung yang hanya lakukan nota kesepahaman atau MoU dengan Panglima TNI. Sementara pengamanan tidak turut melibatkan Polri.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI