Suara.com - Ketua DPR RI Puan Maharani mengaku bakal meminta pemerintah mempercepat mengusulkan nama untuk dijadikan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat.
Namun, ia mengaku enggan mendesak dan menghormati hak prerogratif presiden.
"Terkait itu kan prerogatif presiden, itu urusan eksekutif," kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 20 Mei 2025.
Ia mengaku bahwa DPR sifatnya hanya menunggu pemerintah mengusulkan nama, lalu nanti menjalan fit and proper test.
"Kalau DPR kan hanya menunggu dari pemerintah saja. Jadi nggak bisa kemudian DPR mendesak, tapi mungkin bisa meminta dipercepat," katanya.
"Tapi kalau kita desak-desak itu prerogatif dari eksekutif atau presiden," sambungnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Akbarshah Fikarno Laksono, mengatakan, memang sedikit atau banyak ada dampak akibat kekosongan kursi duta besar Indonesia di Amerika Serikat.
Terlebih usai Presiden AS Donald Trump menetapkan pembaharuan tarif resiprokal untuk Indonesia.
"Memang sudah cukup lama kita kosong dubes di US, semenjak periode kedua Presiden Jokowi, kita cepat sekali pergantian dubes-dubes di US."
Baca Juga: AS dan China Sepakat Turunkan Tarif, Dubes Djauhari: Gencatan Senjata Dagang Dimulai
"Tapi semenjak kembalinya Pak Rosan, itu belum ada penugasan baru kepada dubes di sana. Nah, berkaitan dengan hal ini, apakah ada berdampak atau tidak, ya sedikit atau banyak ada," kata Dave kepada wartawan, Senin 7 Mei 2025.
Akan tetapi, kata dia, dampak kekosongan kursi dubes tersebut bisa diatasi dengan mengirim delegasi untuk melakukan negosiasi.
"Pendekatan dengan di berbagai macam level, apakah itu militer diplomacy, economic diplomacy, culutre diplomacy, fashion diplomacy, culinary diplomacy, itu semua bisa dilakukan secara berbarengan sesuai dengan kebutuhan yang ada. Yang penting itu komunikasi terus berjalan," katanya.
Menurutnya, negosiasi persoalan tarif ini berbeda dengan penempatan dubes di Amerika.
Ia mengatakan, jika negosiasi harus dilakukan secara khusus. Terlebih harus dilakukan oleh pejabat di tingkat eksekutif seperti menteri dan menteri koordinator.
"Ini harus dilakukan secara khusus dengan, bukan saja instansi ya, tapi juga langsung dipimpin langsung oleh pejabat yang bisa mengambil kebijakan secara eksekutif."
"Apakah itu level menteri atau menko, ataupun pejabat lain-lainnya yang bisa negosiasi langsung dengan (isu) tarif," katanya.

Sebelumnya diberitakan, Institute for Development of Economics and Finance atau Indef menyatakan bahwa pemerintah perlu segera menunjuk Dubes Indonesia untuk Amerika Serikat.
Desakan tersebut disampaikan dengan tujuan untuk menjembatani negosiasi terkait kebijakan terbaru tarif impor Presiden Donald Trump.
"Kita butuh sosok yang paham diplomasi ekonomi dan berpengalaman dalam lobi dagang. Ini bukan posisi simbolik, ini garis depan pertahanan perdagangan Indonesia," ujar Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef Andry Satrio Nugroho di Jakarta, Kamis 4 April 2025.
Mengutip Antara, ia juga menyoroti posisi Dubes Indonesia untuk AS yang telah kosong selama hampir dua tahun, pasalnya Rosan Roeslani menyelesaikan tugasnya pada 17 Juli 2023 setelah ditunjuk menjadi Wamen BUMN.
"Sudah hampir dua tahun kita tidak punya wakil di Washington, padahal Amerika Serikat mitra dagang kedua terbesar kita. Ini bukan sekadar kelalaian, tapi pengabaian terhadap kepentingan nasional," ujar Andry.
Ia menyatakan bahwa pemerintah perlu segera menunjuk duta besar yang memiliki rekam jejak kuat di bidang perdagangan dan investasi.
“Setiap hari tanpa perwakilan di Amerika Serikat adalah hari di mana posisi tawar kita melemah. Kita kehilangan momentum, kehilangan peluang, dan kehilangan kendali,” katanya pula.
Andry mengatakan bahwa kebijakan tarif tambahan sebesar 32 persen dari AS terhadap produk-produk Indonesia adalah ancaman serius terhadap sektor perdagangan dan tenaga kerja domestik.
Hal tersebut karena bermacam produk dari industri padat karya, seperti tekstil, pakaian, dan alas kaki, menyumbang 27,5 persen dari total ekspor Indonesia ke AS.