7 Jenis Investasi yang Baik Saat Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Melambat

Muhammad Yunus Suara.Com
Minggu, 25 Mei 2025 | 16:11 WIB
7 Jenis Investasi yang Baik Saat Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Melambat
Saat ekonomi melambat, investasi yang tepat bisa menjadi penyelamat finansial, bahkan menjadi peluang meraih keuntungan jangka panjang [Suara.com]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang melambat bukanlah kabar baru bagi masyarakat.

Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai faktor seperti ketidakpastian global, fluktuasi harga komoditas, suku bunga yang tinggi.

Hingga tekanan geopolitik turut mempengaruhi perlambatan ekonomi nasional.

Ketika kondisi ini terjadi, banyak orang menjadi ragu untuk berinvestasi.

Namun, sebenarnya, justru di saat-saat seperti inilah investasi yang tepat bisa menjadi penyelamat finansial, bahkan menjadi peluang meraih keuntungan jangka panjang.

Berdasarkan laporan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2025 berada di angka 4,87 persen.

Melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang masih tumbuh 5,02 persen. 

Lalu, investasi seperti apa yang dianggap baik ketika ekonomi sedang lesu?

Berikut ini adalah beberapa jenis investasi yang patut dipertimbangkan saat pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat.

Baca Juga: Profil Nicholas Nyoto Prasetyo Dononagoro, Ketua Koperasi BLN Dugaan Investasi Bodong

1. Emas: Investasi Klasik di Tengah Ketidakpastian

Emas selalu menjadi primadona ketika situasi ekonomi sedang tidak menentu.

Dalam kondisi perlambatan ekonomi, nilai mata uang cenderung melemah, inflasi bisa meningkat, dan pasar saham bisa bergejolak.

Namun, harga emas justru sering mengalami kenaikan karena dianggap sebagai safe haven asset — aset yang relatif aman dari gejolak.

Investasi emas bisa dalam bentuk fisik seperti logam mulia Antam, atau dalam bentuk digital seperti tabungan emas yang ditawarkan oleh berbagai platform fintech dan perbankan.

Kelebihannya, emas mudah dicairkan dan nilainya cenderung stabil dalam jangka panjang.

Namun, perlu dicatat bahwa emas bukanlah instrumen yang cocok untuk tujuan jangka pendek. Karena kenaikan harganya cenderung lambat.

Emas cocok untuk investasi jangka menengah hingga panjang, terutama bagi mereka yang menghindari risiko tinggi.

2. Reksa Dana Pasar Uang dan Obligasi: Relatif Aman dan Likuid

Di tengah perlambatan ekonomi, pasar saham bisa mengalami fluktuasi tajam, membuat investor ritel khawatir.

Untuk itu, reksa dana pasar uang dan reksa dana obligasi bisa menjadi alternatif yang lebih aman.

Reksa dana pasar uang berinvestasi pada instrumen jangka pendek seperti deposito dan surat berharga negara dengan jatuh tempo di bawah satu tahun.

Risikonya rendah, imbal hasilnya stabil, dan sangat likuid.

Sementara itu, reksa dana obligasi (fixed income fund) berinvestasi pada surat utang, baik dari pemerintah maupun korporasi.

Meskipun risikonya sedikit lebih tinggi dibanding pasar uang, return yang ditawarkan juga lebih menarik.

Reksa dana cocok untuk investor pemula yang ingin berinvestasi tanpa harus menganalisis sendiri pergerakan pasar.

Selain itu, dengan adanya manajer investasi profesional, pengelolaan portofolio bisa lebih efisien.

3. Surat Berharga Negara (SBN): Aman dan Patriotik

Saat ekonomi melambat, pemerintah biasanya lebih aktif mengeluarkan instrumen fiskal untuk mendorong pertumbuhan.

Salah satunya adalah dengan menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN), seperti ORI (Obligasi Ritel Indonesia), Sukuk Ritel, dan SBR (Saving Bond Ritel).

Keunggulan dari SBN adalah tingkat keamanannya yang tinggi karena dijamin oleh negara.

Selain itu, kupon atau imbal hasilnya lebih tinggi dibanding deposito bank, dengan tenor yang beragam.

Pembelian SBN juga kini lebih mudah dilakukan secara online melalui mitra distribusi resmi.

Dengan berinvestasi pada SBN, selain memperoleh imbal hasil yang menarik, Anda juga ikut berpartisipasi membiayai pembangunan nasional.

Cocok bagi investor yang mencari stabilitas di tengah ketidakpastian ekonomi.

4. Saham Blue Chip Defensif: Tetap Bertahan di Masa Sulit

Memang, pasar saham rentan terhadap gejolak ekonomi. Namun, tidak semua saham akan terdampak secara merata.

Saham-saham dari sektor yang bersifat defensif, seperti konsumer (makanan dan minuman), kesehatan, dan utilitas, cenderung tetap stabil meskipun ekonomi sedang melambat.

Perusahaan seperti Indofood, Unilever, Kalbe Farma, atau Perusahaan Gas Negara adalah contoh emiten blue chip yang memiliki fundamental kuat, pangsa pasar luas, dan tetap menghasilkan keuntungan meski ekonomi lesu.

Investasi di saham tetap memiliki risiko, tapi bagi investor yang memahami analisis fundamental dan siap untuk investasi jangka panjang, saham defensif bisa menjadi pilihan menarik.

5. Properti Sewa: Pendapatan Pasif di Tengah Stagnasi

Meski sektor properti bisa melambat saat ekonomi lesu, properti yang disewakan masih tetap bisa menghasilkan pendapatan pasif.

Contohnya adalah rumah kontrakan, kost-kostan, atau apartemen yang disewakan untuk jangka pendek.

Di era digital, tren seperti sewa harian lewat platform seperti Airbnb juga bisa menjadi solusi baru.

Selama lokasi properti strategis dan permintaan tetap ada, investasi ini tetap bisa menguntungkan.

Namun, modal awal investasi properti relatif besar dan kurang likuid. Oleh karena itu, properti cocok bagi investor dengan dana lebih dan bersedia bermain di jangka panjang.

6. Investasi pada Diri Sendiri: Ilmu dan Keterampilan Baru

Saat ekonomi melambat, ini bisa jadi momen terbaik untuk berinvestasi pada diri sendiri.

Mengikuti kursus, pelatihan, atau sertifikasi bisa meningkatkan keterampilan, membuka peluang karier baru, atau bahkan memulai usaha sendiri.

Dalam dunia yang berubah cepat, kemampuan seperti digital marketing, data analytics, coding, hingga keuangan pribadi sangat dibutuhkan.

Investasi dalam bentuk ilmu pengetahuan seringkali memberi imbal hasil tak ternilai dalam jangka panjang.

7. Bisnis Kecil dan UKM: Peluang di Tengah Kelesuan

Perlambatan ekonomi juga membuka peluang untuk usaha kecil. Ketika perusahaan besar menahan ekspansi, konsumen cenderung beralih ke produk yang lebih murah dan lokal.
Ini membuka ruang bagi UMKM untuk tumbuh.

Contohnya, bisnis makanan rumahan, minuman kekinian, produk kerajinan tangan, hingga jasa berbasis digital.

Dengan modal kecil, inovasi yang kuat, dan pemasaran yang tepat melalui media sosial, bisnis kecil bisa tumbuh bahkan saat ekonomi stagnan.

Namun, investasi ini butuh kerja keras, ketekunan, dan manajemen keuangan yang baik. Jika dilakukan dengan strategi yang matang, bisa menjadi sumber penghasilan yang menjanjikan.

Diversifikasi adalah Kunci

Tidak ada satu jenis investasi yang sempurna untuk semua kondisi. Oleh karena itu, diversifikasi sangat penting.

Campuran dari emas, reksa dana, SBN, saham defensif, hingga investasi pada diri sendiri akan membentuk portofolio yang seimbang dan tahan banting terhadap krisis.

Perlambatan ekonomi bukanlah alasan untuk berhenti berinvestasi. Justru saat inilah, investor yang cermat dan sabar akan menuai hasilnya di masa depan.

Yang terpenting, pahami profil risiko pribadi, rencanakan tujuan keuangan, dan terus belajar agar investasi menjadi kendaraan menuju kebebasan finansial — meski badai ekonomi sedang melanda.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI