Suara.com - Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasra Putra, meminta agar program Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi soal pengiriman siswa ke barak militer untuk dihentikan sementara.
Menurutnya, hal itu dilakukan agar adanya evaluasi terlebih dahulu, seberapa efektif terkait dengan perubahan perilaku anak dan bagaimana regulasinya.
“Hasil pengawasan kita itu pertama agar program ini untuk sementara dihentikan sampai dilakukan evaluasi, terutama terkait regulasi,” kata Jasra saat ditemui di Komplek Parlemen, Senayan, Senin (26/5/2025).
Terlebih, kata dia, program tersebut juga berpotensi melanggar hak anak.
“Karena dalam surat edaran Pak Gubernur itu kan berpotensi melanggar hak anak. Terutama labeling dan non-diskriminasi,” ujarnya.
“Karena penyebutan anak-anak nakal dan seterusnya itu tidak kita kenal dalam Undang-Undang Perlindungan Anak yang ada adalah anak-anak dalam perlindungan khusus. Itu satu,” imbuhnya.
Apalagi, dia menyebut, melatih anak sangat berbeda dengan melatih militer.
“Karena bagaimanapun juga melatih anak itu berbeda dengan melatih militer, jadi perspektif pelindung anak itu harus ada dan bahkan kita dorong harus ada safe child guarding,” terangnya.
“Bagaimana etika berhadapan dengan anak, bagaimana berkomunikasi dengan anak, bagaimana memahami anak adalah anak. Nah itu yang perlu perspektif ini yang perlu kita dorong,” tambah dia.
Baca Juga: Miris! Anggaran KPAI Kalah dari Kesbangpol Daerah, DPR: Lindungi Anak Nasional Bagaimana?
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menanggapi kritik yang disampaikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) perihal program mengirim anak yang dianggap nakal ke barak militer.
Dia menilai KPAI seharusnya tidak hanya mengoreksi kekuarangan dari sebuah program untuk penanganan masalah yang dia anggap darurat.
“Yang harus dilakukan KPAI adalah mengambil langkah untuk menyelesaikan berbagai problem yang dialami oleh anak-anak remaja kita,” kata Dedi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta Selatan, Senin (19/5/2025).
Menurut dia, ada ribuan anak yang dianggap bermasalah di Jawa Barat. Dia menilai KPAI harusnya mendidik mereka untuk menyelesaikan masalah.
“Kalau KPAI sibuk terus ngurusin persoalan tempat tidur dan sejenisnya, tidak akan bisa menyelesaikan problem, dan KPAI bisa lihat dong kemarin 39 anak sudah selesai itu,” ujar Dedi.
“Kan bisa dilihat bagaimana keadaan anak itu, disiplinnya kemudian rasa empatinya bahkan dia menangis di depan ibunya mencium kakinya. Kan belum tentu itu didapatkan pendidikan itu di sekolah,” tambah dia.
Pria yang akrab disapa Kang Demul (KDM) itu menegaskan akan ada ratusan anak yang kembali dikirim ke barak dan bila program ini sudah terkoneksi dengan kabupaten/kota, jumlah anak yang akan dikirim ke barak mencapai ribuan.
“Besok ada 273 yang akan lulus dari Dodik Lembang, setelah itu nanti akan ada angkatan baru lagi. Nanti mungkin kalau dari 1000 atau 1500 atau 2000 atau 5000 kalau terkoneksi dengan kabupaten kota mungkin 15 ribu sampai 20 ribu yang dikelola oleh kita, KPAI mengambil berapa?” tandas Dedi.
Diketahui, Pemerintah Provinsi Jawa Barat tengah menjalankan program pembinaan karakter berbasis kedisiplinan militer bagi siswa sekolah lanjutan tingkat atas yang terindikasi memiliki masalah perilaku.
Melansir Antara, program ini berlangsung di barak militer dan diinisiasi sebagai bentuk respons terhadap persoalan kenakalan remaja yang masih menjadi tantangan serius di wilayah tersebut.
Sejak 2 Mei 2025, sebanyak 272 siswa dari 106 sekolah di Jawa Barat telah mengikuti program ini. Peserta terdiri dari siswa-siswa yang berasal dari 6 SMA, 15 SMK swasta, 53 SMA negeri, dan 32 SMK negeri.
Para siswa mengikuti pendidikan di dua lokasi utama, yaitu Barak Militer Resimen 1 Shira Yudha Purwakarta dan Depo Pendidikan Bela Negara Rindam III Siliwangi, Cikole, Kabupaten Bandung Barat.
Kegiatan berlangsung selama 30 hari, terdiri dari dua hari masa orientasi, 14 hari pendidikan tingkat dasar, dan 14 hari pendidikan lanjutan. Durasi dan tingkat pendidikan disesuaikan dengan perkembangan capaian kompetensi perilaku masing-masing peserta.
Program ini menyasar siswa yang kerap melakukan tindakan indisipliner berat seperti tawuran, bermain gim secara berlebihan, merokok, mabuk, balapan liar, menggunakan knalpot bising, penyalahgunaan narkoba, dan berbagai perilaku menyimpang lainnya.