Dikritik Koalisi Sipil Soal Kinerja 100 Hari Pimpin Jakarta, Pramono: Saya Tidak Terganggu

Selasa, 03 Juni 2025 | 21:52 WIB
Dikritik Koalisi Sipil Soal Kinerja 100 Hari Pimpin Jakarta, Pramono: Saya Tidak Terganggu
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung mengaku tidak terganggu dengan adanya kritik dari koalisi masyarakat sipil terkait kinerjanya dalam 100 hari di ibu kota. [Suara.com]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menanggapi santai kritik yang disampaikan oleh koalisi masyarakat sipil terhadap kinerjanya selama 100 hari pertama dalam memimpin ibu kota.

Pramono menegaskan bahwa dirinya dan Wakil Gubernur (Wagub) Rano Karno tetap fokus bekerja dan tidak terganggu dengan penilaian tersebut.

"Tanggapannya nggak puas, pak juga nggak apa-apa. Jadi saya dan Bang Doel tidak terganggu sama sekali dengan urusan-urusan yang seperti itu," ujar Pramono di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa 3 Mei 2025.

Pramono mengaku akan tetap fokus bekerja menuntaskan program-program yang menjadi janji saat kampanye pemilihan kepala daerah (Pilkada) ke masyarakat.

"Kami konsentrasi kerja untuk bisa mewujudkan apa yang saya janjikan di dalam sosialisasi yang lalu. Bahkan hampir semuanya sudah terpengaruh,” ucap Pramono.

Pernyataan tersebut disampaikan, setelah koalisi masyarakat sipil menyerahkan rapor evaluasi kinerja 100 hari Pramono-Rano di Balai Kota Jakarta.

Mereka menilai bahwa janji kampanye 'Jakarta Menyala' belum menunjukkan perubahan nyata hingga saat ini.

Dalam rapor tersebut, Koalisi menyoroti lambannya pelayanan publik, minimnya respons terhadap aduan warga, serta kebijakan lingkungan yang dinilai jalan di tempat. 

Program job fair yang digelar Pemprov DKI juga dikritik karena dianggap hanya bersifat seremonial dan tidak menjawab kebutuhan riil pengangguran, khususnya bagi kelompok rentan.

Baca Juga: Respons Santai Pramono Soal Rencana Pulau Kucing Tuai Kritikan

"Tanpa pelatihan terarah, job fair hanyalah seremonial belaka. Jakarta harus menyediakan fasilitas kerja yang adil dan berkelanjutan. Program pelatihan berbasis Green Jobs wajib dikembangkan agar warga memiliki keterampilan sesuai tantangan zaman,” ujar Juru Kampanye Keadilan Iklim Greenpeace Indonesia, Jeanny Sirait.

Koalisi turut menyoroti janji penggantian Giant Sea Wall dengan Giant Mangrove Wall yang belum terealisasi.

Sebaliknya, proyek tanggul laut tetap berjalan dan memicu penggusuran di kawasan pesisir seperti Angke Kapuk.

"Mangrove efektif melindungi pesisir dan warga. Pemerintah justru mengabaikannya dan memilih proyek yang merusak ekosistem," lanjut Jeanny.

Di sektor pengelolaan sampah, Koalisi mendesak pembatalan proyek RDF Rorotan yang dinilai memperkuat ketergantungan pada produksi sampah dan berpotensi membahayakan kesehatan warga.

"RDF Rorotan bukan solusi. Jakarta harus fokus pada pengurangan sampah dari hulu dan memperluas larangan plastik sekali pakai," ungkap Juru Kampanye Sampah dan Perkotaan Greenpeace Indonesia Ibar Akbar.

Kasus penggusuran juga menjadi perhatian koalisi masyarakat sipil.

Sepanjang lima bulan pertama 2025, tercatat tujuh penggusuran tanpa musyawarah dan putusan pengadilan, mengacu pada Pergub 207/2016 yang hingga kini belum dicabut.

"Selama Pergub 207/2016 masih berlaku, warga Jakarta akan terus hidup dalam ketakutan akan penggusuran," kata Perwakilan Urban Poor Consortium (UPC), Guntoro.

Selain itu, Alif Fauzi Nurwidiastomo menyebut bahwa Jakarta saat ini dinilai tertinggal dalam menjamin akses bantuan hukum. 

Hingga saat ini, Pemprov DKI belum menerbitkan Peraturan Daerah tentang Bantuan Hukum, berbeda dengan daerah lain seperti Banten dan Jawa Barat.

“Birokrasi Jakarta yang buruk dan pilih kasih ini merugikan warga. Pemprov DKI harus bertanggung jawab memastikan pelayanan publik yang adil dan menjamin hak atas bantuan hukum,” jelasnya.

Koalisi menegaskan bahwa meski 100 hari bukan waktu cukup untuk menyelesaikan seluruh persoalan, sudah cukup untuk menunjukkan arah kebijakan. 

Sayangnya, arah yang ditempuh Pramono-Rano dinilai belum berpihak pada warga maupun keberlanjutan kota.

Lantaran itu, mereka mendesak Pemprov DKI untuk membuka ruang partisipasi publik, memperkuat perlindungan lingkungan, dan membangun Jakarta yang lebih adil dan layak huni.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI