Suara.com - Indonesia sedang bersiap melangkah ke babak baru industri energi bersih. Pemerintah akan memulai groundbreaking megaproyek ekosistem baterai kendaraan listrik (EV) pada pekan ketiga Juni 2025. Nilai proyek ini mencapai lebih dari Rp140 triliun.
Proyek ambisius ini tak hanya menciptakan pusat industri baru, tetapi juga menjadi simbol percepatan hilirisasi mineral dan transisi menuju energi berkelanjutan.
Anggota Komisi XII DPR RI, Gandung Pardiman, menyambut baik rencana ini. Politisi Partai Golkar dari Daerah Istimewa Yogyakarta itu menilai langkah ini sebagai momen strategis untuk menentukan arah masa depan industri nasional.
“Ini bukan sekadar pembangunan pabrik. Kita sedang membentuk fondasi industri masa depan. Jangan sampai proyek ini hanya dikuasai segelintir korporasi besar. UMKM, koperasi, dan BUMN harus dilibatkan agar manfaatnya menyebar luas,” kata Gandung di Jakarta, Rabu (5/6) dalam keterangan yang diterima Suara.com.
![Ketua DPD Partai Golkar DIY, Gandung Pardiman saat memberi keterangan pada wartawan. [Hiskia Andika Weadcaksana/Suarajogja.id]](https://media.suara.com/pictures/original/2024/02/05/25830-gandung-pardiman.jpg)
Ia tak ingin megaproyek ini hanya menjadi “pesta besar” segelintir investor.
Sebaliknya, ia mendorong partisipasi luas dari pelaku usaha kecil, koperasi, dan perusahaan milik negara agar manfaat ekonominya menjangkau banyak kalangan, termasuk daerah.
Proyek ini mencakup pembangunan fasilitas smelter High Pressure Acid Leaching (HPAL), pabrik prekursor-katoda, hingga fasilitas produksi sel baterai dan battery pack.
Nilai investasinya diperkirakan mencapai US$9 miliar, atau setara lebih dari Rp140 triliun. Selain nilai ekonominya yang besar, proyek ini diproyeksikan menyerap lebih dari 20.000 tenaga kerja di berbagai sektor.
Bagi Gandung, angka itu penting, tetapi pemerataan jauh lebih penting. Ia menegaskan bahwa hilirisasi bukan hanya soal industrialisasi, melainkan tentang keberpihakan pada kepentingan nasional dan rakyat kecil.
Baca Juga: Tambang Nikel Rusak Raja Ampat, Bahlil: Saya Evaluasi
Ia percaya, jika pelaku lokal dilibatkan secara aktif, maka proyek ini bisa jadi penggerak ekonomi daerah yang berkelanjutan.
Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyebut proyek ini sebagai yang pertama di Asia Tenggara yang benar-benar mengintegrasikan rantai pasok baterai dari hulu ke hilir.
“Indonesia tidak boleh lagi jadi pasar. Kita harus jadi produsen, pemain utama. Proyek ini adalah awal dari era industri energi masa depan kita,” ujar Bahlil.
Dulu, Indonesia dikenal sebagai eksportir bahan mentah. Kini, pemerintah ingin mengubah arah: menjadi produsen nilai tambah, menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Namun, Gandung mengingatkan, kemajuan industri harus berjalan beriringan dengan prinsip keberlanjutan. Ia mendorong agar proyek ini tetap konsisten menjalankan prinsip good mining practice dan menjunjung tanggung jawab lingkungan.
“Transisi energi harus dibarengi dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan. DPR akan terus mengawasi agar proyek ini tetap berpihak pada rakyat dan tidak merusak lingkungan,” tutup Gandung.
Sebagai informasi sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa groundbreaking pembangunan pabrik ekosistem baterai kendaraan listrik (EV) terintegrasi akan dimulai pada pekan ketiga Juni 2025.
“Juni ini, kami bikin groundbreaking pertama investasi 6–7 miliar dolar AS ekosistem baterai mobil pertama di dunia, dari hulu ke hilir,” ucap Bahlil dalam Human Capital Summit di Jakarta, Selasa.
Pabrik tersebut akan dibangun di Halmahera Timur, Maluku Utara. Menurut Bahlil, proyek ini akan menjadi yang pertama di dunia yang menyatukan seluruh rantai pasok baterai dalam satu kawasan industri.
“Ini ekosistem baterai mobil pertama di dunia dari hulu ke hilir. Dari tambang, mining, smelter, HPAL, prekursor, katoda, baterai sel. Itu belum pernah ada,” katanya.
Secara keseluruhan, Bahlil mengumumkan 18 proyek hilirisasi senilai hampir 45 miliar dolar AS yang akan dimulai pada Juni 2025. Proyek-proyek ini mencakup hilirisasi berbagai sektor strategis: nikel, bauksit, refinery, penyimpanan (storage), gasifikasi batu bara (DME), hingga sektor perikanan, pertanian, dan kehutanan. Salah satu yang menjadi sorotan utama adalah pengembangan ekosistem baterai EV nasional.
“Juni kami akan groundbreaking untuk ekosistem baterai CATL yang bekerja sama dengan BUMN. Setelah itu, kami akan masuk pada tahap berikutnya lagi,” jelasnya.
Terkait pembiayaan, Bahlil memastikan sebagian besar pendanaan berasal dari Danantara. Skema pembiayaan akan menyesuaikan proporsi kepemilikan proyek.
“Kalau itu katakanlah proyeknya mayoritasnya di Indonesia, besarnya (porsi pembiayaan) adalah besar Danantara, maka mayoritasnya pasti Danantara,” kata Bahlil.