BMKG Tegaskan Hujan Bulan Juni Bukan Dampak dari Operasi Modifikasi Cuaca

Kamis, 03 Juli 2025 | 16:46 WIB
BMKG Tegaskan Hujan Bulan Juni Bukan Dampak dari Operasi Modifikasi Cuaca
Pengendara motor melintas saat hujan lebat di Jalan Gatot Subroto, Jakarta. [Suara.com/Alfian Winanto]

Suara.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menegaskan bahwa hujan yang masih mengguyur sejumlah wilayah Indonesia hingga akhir Juni 2025 tidak ada kaitannya dengan kegiatan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) yang sempat dilakukan beberapa bulan lalu.

Mundurnya musim kemarau saat ini, disebut BMKG, lebih dipengaruhi oleh faktor dinamika iklim.

Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG, Tri Handoko Seto, mengatakan bahwa masyarakat tidak perlu mengaitkan curah hujan belakangan ini dengan intervensi manusia melalui teknologi modifikasi cuaca.

"Kejadian hujan di sejumlah wilayah yang masih terjadi pada bulan Juni, tidak berhubungan dengan OMC yang dilakukan pada periode-periode sebelumnya," kata Seto kepada Suara.com, dihubungi Kamis (3/7/2025).

Menurut Seto, kemunduran musim kemarau tahun ini dipengaruhi oleh tingginya curah hujan yang masih terjadi pada bulan April hingga Mei. Padahal, periode tersebut seharusnya menjadi masa transisi dari musim hujan ke musim kemarau.

BMKG mencatat bahwa kondisi tersebut terjadi terutama di wilayah Indonesia bagian selatan, seperti Sumatra Selatan, Pulau Jawa, Bali, NTB, dan NTT.

BMKG juga mencatat bahwa dinamika atmosfer yang memicu tingginya curah hujan pada masa peralihan ini telah terpantau sejak awal tahun. Prakiraan cuaca dan iklim bulanan yang dirilis lembaga tersebut sejak Maret 2025 telah mengantisipasi potensi anomali.

"BMKG sebelumnya telah memprediksi fenomena ini melalui prakiraan iklim bulanan yang dirilis sejak Maret 2025," ujarnya.

Sebelumnya, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati juga telah menjelaskan bahwa musim kemarau 2025 belum merata terjadi di seluruh wilayah Indonesia karena angin Monsun Australia, yang menjadi pendorong utama kemarau, masih relatif lemah.

Baca Juga: 5 Parfum Mykonos Paling Wangi buat Siang Hari, Gak Takut Keringat Lagi!

Selain itu, suhu muka laut yang lebih hangat dari normal di selatan Indonesia turut memperkuat potensi pertumbuhan awan konvektif yang dapat menghasilkan hujan deras meskipun secara klimatologis sudah memasuki musim kemarau.

Normalnya, angin Monsun Australia sudah dominan membawa massa udara kering dari selatan pada periode Maret hingga Mei. Namun tahun ini kekuatannya tertahan, sehingga sistem atmosfer skala mingguan seperti Madden-Julian Oscillation (MJO), gelombang Rossby, dan gelombang Kelvin masih aktif dan turut mendorong pembentukan awan-awan hujan.

Sepanjang Maret 2025, BMKG bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan TNI AU memang sempat menggelar operasi modifikasi cuaca di beberapa wilayah seperti Jabodetabek dan sebagian besar Jawa Barat.

Operasi dilakukan untuk menurunkan intensitas hujan di wilayah hulu dan mengurangi risiko banjir.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI