Suara.com - Pengacara Maqdir Ismail mengungkapkan salah satu novum atau bukti baru yang disampaikan dalam permohonan Peninjauan Kembali (PK) mantan Ketua DPR RI Setya Novanto alias Setnov ialah keterangan dari agen Federal Bureau of Investigation (FBI) Amerika Serikat, Jonathan E Holden.
Hal itu ia sampaikan terkait putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan PK Setnov dan memangkas hukuman dari 15 tahun menjadi 12 tahun 6 bulan penjara dalam kasus korupsi e-KTP.
"Adanya keterangan agen FBI di pengadilan Amerika terhadap perkara yang melibatkan istri Johannes Marliem (Direktur Biomorf Lone LLC Amerika Serikat) dengan beberapa krediturnya yang menerangkan bahwa tidak ada uang yang dikirim oleh Marliem dari Amerika kepada Pak Setya Novanto," kata Maqdir di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).
Selain itu, Maqdir yang pernah membela Setnov dalam persidangan juga mengungkapkan adanya novum lain mengenai transaksi keuangan yang melibatkan Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo dan mantan pemilik Toko Buku Gunung Agung, Made Oka Masagung.
“Transaksi yang mereka lakukan ini ada proses jual beli, sehingga kalau lihat dari transaksi enggak ada kaitannya dengan pak Novanto, tetapi ini dianggap terbukti,” ucap dia.
Untuk itu, Maqdir menilai seharusnya MA membebaskan Setnov, bukannya hanya memotong hukuman. Sebab, menurut dia, Setnov tidak bisa dikenakan delik merugikan keuangan negara pada Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
“Kalau menurut hemat saya, seharusnya pak Novanto itu dibebaskan dalam perkara ini,” ujar Maqdir.
Lebih lanjut, Maqdir juga mempertanyakan alasan PK yang didaftarkan pada tahun 2019 tetapi baru diputus pada Juni 2025.
“Ini ada apa, mengapa begitu lama? Saya terus terang enggak tahu apa yang terjadi,” tutur Maqdir.
Baca Juga: Singapura Lebih Kejam ke Koruptor, KPK Sindir MA yang Kasih 'Diskon Hukuman' Setnov
Hukuman Setnov Dipangkas
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) memangkas hukuman mantan Ketua DPR RI Setya Novanto dalam kasus korupsi pada pengadaan E-KTP.
Sebab, dalam putusannya, MA mengabulkan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh Setya Novanto
"Kabul. Terbukti Pasal 3 jo Pasal 18 UU PTPK jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP," demikian amar putusan PK Setnov dalam situs resmi MA, Rabu (2/7/2025).
Pria yang kerap disebut Setnov itu awalnya dijatuhi hukuman 15 tahun penjara dalam kasus korupsi e-KTP. Namun, dengan adanya putusan PK ini, hukumannya dipangkas menjadi 12,5 tahun penjara.
"Pidana penjara selama 12 tahun dan enam bulan dan pidana denda Rp500.000.000,00 subsidair enam bulan kurungan," tulis MA.
Selain itu, Setnov juga dihukum untuk membayar biaya uang pengganti sebesar USD 7,3 juta. Dia diketahui sudah membayarnya Rp 5 miliar di antaranya.
"Sisa UP Rp49.052.289.803,00 subsidair 2 tahun penjara," tulis MA dalam laman resminya.
Lebih lanjut, Setnov juga dijatuhi pidana tambahan berupa larangan menduduki jabatan publik selama 2,5 tahun setelah selesai menjalani hukuman.
Sekadar informasi, mantan Ketua DPR RI Setya Novanto diketahui ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 17 November 2017.
Kemudian, dia ditahan di Lapas Sukamiskin sejak 4 Mei 2018 setelah putusan pengadilan perkaranya inkrah atau berkekuatan hukum tetap. Dengan begitu, Setnov sudah menjalani masa penahanan selama 7,5 tahun hingga saat ini.
Diketahui, Setnov divonis 15 tahun penjara serta denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Ia dinyatakan bersalah setelah dianggap terbukti menerima keuntungan sebesar USD 7,3 juta serta jam tangan Richard Mille RM011 seharga USD 135 ribu dari proyek yang merugikan negara Rp 2,6 triliun itu.
Setnov juga dihukum harus membayar uang pengganti sebesar yang diterimanya yakni USD 7,3 juta dengan ketentuan apabila uang pengganti itu tak dibayar, maka harta benda Setnov akan disita dan dilelang.
Namun bila tidak mencukupi, maka akan diganti pidana penjara selama 2 tahun.