Jejak Karier Diplomat Multilateral yang Teruji
Lahir pada 8 April 1965, Andy Rachmianto adalah seorang diplomat karier tulen yang meniti jalannya dari bawah.
Sebagian besar kariernya dihabiskan untuk menangani isu-isu multilateral yang kompleks, sebuah spesialisasi yang sangat relevan untuk tugasnya di Uni Eropa.
Perjalanan dinasnya dimulai pada tahun 1992. Ia pernah ditempatkan sebagai Sekretaris Ketiga di KBRI New Delhi, India (1996-2000), di mana ia menangani isu politik, informasi, dan konsuler.
Namun, namanya benar-benar diasah di pusat diplomasi dunia, New York.
Selama bertugas di Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, ia mendalami isu-isu perlucutan senjata, kemanusiaan, serta sosial dan ekonomi.
Andy bahkan pernah menjadi Koordinator Kelompok Kerja Gerakan Non-Blok (GNB) untuk Perlucutan Senjata, sebuah posisi yang menunjukkan kepercayaan komunitas internasional terhadap kemampuannya bernegosiasi.
Sebelum dilantik sebagai Dirjen Protokol dan Konsuler, Andy Rachmianto menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Kerajaan Yordania Hasyimiah merangkap Negara Palestina (2017-2020).
Di pos ini, ia tidak hanya mengurus hubungan bilateral, tetapi juga berada di garda terdepan dalam menyuarakan dukungan Indonesia untuk kemerdekaan Palestina, sebuah isu yang sangat lekat dengan politik luar negeri Indonesia.
Baca Juga: Seleksi Dubes RI Dirahasiakan, Ada Apa di Balik Pintu Tertutup Senayan?
Prestasinya diakui secara internasional, salah satunya melalui penganugerahan "Star of Friendship" dari Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, pada tahun 2020.
Tantangan di Brussel: Sawit, Ekonomi Digital, dan Geopolitik
Tugas Andy Rachmianto di Brussel tidak akan mudah. Ia akan berhadapan langsung dengan isu-isu krusial bagi kepentingan nasional Indonesia.
Sebut saja negosiasi perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif (CEPA) antara Indonesia dan Uni Eropa yang masih berjalan.
Isu diskriminasi terhadap kelapa sawit melalui kebijakan deforestasi Uni Eropa, hingga dinamika geopolitik global yang semakin rumit.
Namun, dengan bekal pengalamannya yang luas—mulai dari isu keamanan internasional, perlucutan senjata, hingga mengelola protokoler tingkat tinggi—Andy Rachmianto adalah pilihan yang tepat.