Suara.com - Malam yang seharusnya tenang di Kota Malang, Jawa Timur (Jatim) berubah menjadi tragedi berdarah pada Jumat (4/7/2025).
Seorang pria muda bernama Faturrochim (25), warga asli Kota Malang, kini menjadi sorotan publik setelah menusuk tiga orang anggota rombongan pesilat, satu di antaranya meninggal dunia.
Pengakuan mengejutkan Faturrochim usai ditangkap langsung menyebar luas dan menjadi viral di media sosial, khususnya Instagram.
Akun @fakta.indo membagikan kisahnya: seorang pengemudi ojek online (ojol) yang mengaku menusuk karena terdesak dan dikeroyok, hingga akhirnya ramai menuai pro dan kontra di kolom komentar.
Kejadian ini memicu perdebatan sengit di tengah masyarakat, apakah Fatur pelaku kriminal, atau justru korban yang terpaksa bertahan hidup?
Menurut pengakuan Fatur, peristiwa itu berawal saat ia sedang makan bersama seorang temannya di dekat tempat tinggalnya, sekitar pukul 01.30 WIB, Sabtu dini hari.
Ia menyebut rombongan pesilat berjumlah sekitar 200 sepeda motor melintas dan berhenti di depan lokasi.
Sebenarnya, sejak pukul 22.30 WIB malam sebelumnya, rombongan tersebut sudah lewat dengan menutup jalan, namun Fatur mengaku masih memilih diam.
“Mereka bleyer-bleyer depan dagangan. Saya teriaki, terus saya maju ke jalan. Tiba-tiba ada yang turun dari motor langsung mukul saya. Setelah itu saya dikeroyok, dilempari batu, jatuh saya,” ujar Fatur, Sabtu (5/7/2025), dengan wajah lebam dan tangan dibebat perban.
Fatur mengakui bahwa ia saat itu dalam kondisi mabuk ringan.
Baca Juga: 13 Anggota PSHT Pengeroyok Polisi di Jember Resmi Tersangka, Dua di Antaranya Masih Anak-anak
Namun, rasa sakit dan takut membuatnya panik. Ia mengeluarkan pisau lipat yang biasa dibawanya saat bekerja sebagai driver ojek online (ojol) malam hari.
“Saya niatnya nakut-nakutin. Tapi ternyata ada yang kena. Kalau saya diam, saya mati,” kata Fatur dengan suara bergetar.
Ia berdalih pisau itu selalu ia bawa sejak menjadi korban begal beberapa waktu lalu. Saat dikeroyok, naluri bertahan hidup yang mengambil alih.
Aksi spontan itu mengakibatkan tiga anggota konvoi mengalami luka tusuk. MAS (18), warga Blitar, dinyatakan tewas di tempat akibat luka tusuk di dada kiri yang menembus paru-paru.
Dua lainnya mengalami luka berat dan luka sabetan di lengan.
Polisi menyatakan korban tewas adalah peserta rombongan konvoi yang sempat turun dan mendekati Fatur saat terjadi cekcok.
Kini, Fatur dijerat dengan Pasal 351 ayat 3 dan 2 KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan kematian dan luka berat, dengan ancaman hukuman maksimal 7 tahun penjara.
Namun, kuasa hukum Fatur menyebut kliennya bertindak dalam kondisi panik, terdesak, dan diserang lebih dulu.
“Ini bukan pembunuhan berencana. Ini adalah bentuk spontanitas saat klien kami dikeroyok. Bukti luka di tubuh Fatur juga menunjukkan dia jadi korban kekerasan terlebih dahulu,” jelas pengacaranya.
Kasus Fatur menyulut diskusi luas di media sosial. Banyak yang menyayangkan kematian remaja dalam insiden tersebut, namun tak sedikit pula yang bersimpati pada Fatur.
Akun-akun netizen membandingkan kejadian ini dengan kasus-kasus persekusi dan main hakim sendiri yang marak di sejumlah daerah.
Apakah membela diri bisa menjadi alasan pemaaf dalam hukum pidana? Itu akan menjadi ranah pembuktian di pengadilan nanti.
Yang jelas, kisah ini membuka mata tentang kekacauan konvoi jalanan, potensi konflik sosial, dan sisi manusiawi dari mereka yang berada di tengah kekerasan.