Feri Amsari: Hukum Kini Jadi Alat Bungkam Kritik Politik

Rabu, 23 Juli 2025 | 16:01 WIB
Feri Amsari: Hukum Kini Jadi Alat Bungkam Kritik Politik
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari. [Ist]

Suara.com - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari, mengangkat kekhawatiran soal potensi penyalahgunaan hukum dalam konteks politik kekuasaan.

Ia menilai kasus hukum yang menimpa dua figur oposisi, Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto, mengandung aroma politis yang kental.

Menurut Feri, penanganan kasus ini mencerminkan bagaimana rezim saat ini merespons kritik.

Ia menyebut, apa yang disebut sebagai keberlanjutan oleh pemerintah di bawah Presiden Prabowo Subianto tak hanya merujuk pada program, tapi juga pada cara menghadapi perbedaan pandangan.

Hal itu Feri sampaikan dalam diskusi yang digelar di Fakultas Hukum UI, Selasa, 22 Juli 2025.

"Bahkan bisa dijawab dengan kondisi yang kita dengar berapa bulan yang lalu, menggelegar dan monumental pernyataan 'Hidup Jokowi' oleh presiden yang berkuasa saat ini. Itu sudah menjelaskan bahwa apa yang mereka sebut keberlanjutan juga bermakna keberlanjutan untuk menjegal lawan-lawan politik," ujar Feri.

Peradilan Bernuansa Politik

Feri mengaitkan proses hukum ini dengan fenomena political trial atau peradilan politik, sebagaimana dijelaskan dalam kajian filsafat hukum oleh De Franco.

Ia menyebut tanda-tandanya cukup mudah dikenali.

Baca Juga: Roy Suryo 'Semprot' Jokowi di Gedung Juang: Ada Bapak Lebih Cinta Anak Daripada Negara

"Gambaran trial politik itu mudah saja. Kalau kemudian seseorang dihentikan karena pernyataan politiknya yang berbeda, maka itu pasti trial-nya politik," katanya.

Lebih lanjut, Feri mengajak publik menelusuri latar belakang dua tokoh yang kini berhadapan dengan proses hukum.

Menurutnya, Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto selama ini dikenal sebagai sosok yang kerap menyuarakan kritik terhadap pemerintah, terutama terkait proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) dan kebijakan bantuan sosial.

“Coba runut pernyataan dua orang ini sebelum proses terjadi. Semua pernyataan berbeda pandangan dengan yang berkuasa. Dan ketika itulah kemudian kasusnya muncul dan terjadi,” tegasnya.

Feri juga mempertanyakan kekuatan argumen hukum dalam kasus-kasus yang menjerat keduanya.

Ia menilai bukti dan konstruksi perkara terkesan dipaksakan dan tidak menunjukkan adanya unsur pidana yang kuat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI