Suara.com - Direktur Eksekutif Center for Indonesian Governance and Development Policy (CIGDEP), Cusdiawan, menilai langkah kementerian dan lembaga yang meminta penambahan anggaran perlu dipertanyakan secara kritis.
Menurutnya, permintaan tersebut harus diuji, terutama mengenai sejauh mana hal itu sejalan dengan kebijakan efisiensi yang selama ini digaungkan oleh Presiden Prabowo Subianto.
"Hal yang dikhawatirkan adalah publik akan membaca hal tersebut sebagai inkonsistensi atau paradoks dari pemerintahan Pak Prabowo," kata Cusdiawan kepada Suara.com, Jumat (11/7/2025).
Menurut pengamat politik dan pemerintahan dari Universitas Pamulang ini, publik tentu akan mempertanyakan keselarasan wacana efisiensi antara Prabowo dengan jajaran di Kabinet Merah Putih.
"Publik pun akan bertanya, sejauh mana wacana efisiensi yang ada dalam kepala Pak Prabowo selaku kepala pemerintahan selaras dengan yang ada di kepala para jajarannya."
"Jangan sampai menimbulkan persepsi publik bahwa wacana efisiensi presiden yang berimplikasi pada pemotongan anggaran, justru menimbulkan ketidakpuasan bagi para jajarannya," tutur Cusdiawan.
Cusdiawan berpandangan, fenomena ini bisa menciptakan kesan negatif bagi pemerintahan Prabowo, terutama di tengah sorotan publik mengenai salah satu kelemahan kepemimpinan saat ini, yakni soal pola komunikasi dan koordinasi.
Dari sisi kebijakan publik, ia menyoroti perlunya transparansi di balik permintaan tambahan anggaran tersebut.
Publik, kata dia, perlu mempertanyakan sejauh mana permintaan kenaikan anggaran itu telah melalui perencanaan teknokratis yang matang dan sejalan dengan rencana pembangunan pemerintah, termasuk program-program prioritas Prabowo.
Baca Juga: Indonesia Darurat Pertahanan? Menhan Minta Tambahan Anggaran Rp184 Triliun, Ini Kata Pengamat!
"Permintaan kenaikan anggaran ini lahir dari kepentingan-kepentingan sempit, seperti ego-sektoral masing-masing kementrian atau lembaga. Mengingat sudah 'naluriah' juga di tengah sumber daya yang terbatas, masing-masing kementrian atau lembaga akan berupaya memaksimalkan sumber daya yang terbatas tersebut terutama menyoal alokasinya," tutur Cusdiawan.
Ia mengemukakan permintaan untuk penambahan anggaran, di tengah efisiensi hingga terdampak pada masayrakat, harus disertai dengan rasionalisasi dan transparansi.
"Sebab itulah memerlukan rasionalisasi yang jelas, selain transparansi, termasuk dalam proses pembahasan permintaan kenaikan anggaran tersebut. Terlebih lagi, ada sejumlah studi yang menyebut bahwa pola kartel umum terjadi dalam politik-pemerintahan di Indonesia," katanya.
Sebelumnya diberitakan, sejumlah kementerian dan lembaga menggelar rapat dengan sejumlah komisi DPR di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta.
Dalam rapat tersebut, kementerian dan lembaga mengajukan penambahan anggaran untuk berbagai macam kebutuhan.
![Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin memberikan keterangan kepada awak media usai menggelar rapat bersama Komisi I DPR terkait pengajuan penambahan anggaran pertahanan. [Suara.com/Bagaskara]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/07/09/37235-menteri-pertahanan-sjafrie-sjamsoeddin.jpg)
Padahal sebelumnya, Presiden Prabowo mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025 (Inpres 1/2025) pada 22 Januari 2025.