Suara.com - Nahdlatul Ulama (NU) kehilangan salah satu motor penggerak dan pemikir strategisnya, KH Imam Aziz, Sabtu 12 Juli 2025 dini hari sekira pukul 00.46 WIB.
KH Imam Aziz meninggal dunia di Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta. Melansir NU Online Kabar KH Imam Aziz meninggal dunia diketahui dari Ketua Lesbumi PBNU 2010-2015, Ngatawi Al-Zastrouw.
Informasi awal terkkait KH Imam Aziz meninggal dunia itu bersumber dari Ahmad Munjid yang mendampingi almarhum di Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta.
KH Imam Aziz merupakan sosok sentral di balik layar dalam berbagai momen krusial NU, dari advokasi rakyat hingga penyelenggaraan dua muktamar akbar, telah wafat di Yogyakarta.
Almarhum dikenal sebagai seorang tokoh NU yang lebih sering bekerja sebagai arsitek strategis ketimbang figur panggung.
Pengasuh Pondok Pesantren Bumi Cendekia ini wafat pada usia 63 tahun, meninggalkan jejak panjang sebagai penggagas, organisator ulung, dan penjaga garis perjuangan NU di berbagai era.
Kabar wafatnya KH Imam Aziz pertama kali tersiar di kalangan nahdliyin melalui pesan singkat dari para sahabatnya, termasuk Ketua Lesbumi PBNU 2010-2015 Ngatawi Al-Zastrouw dan dikonfirmasi oleh Presiden Konfederasi Sarbumusi, Irham Ali Saifuddin.
“Iya, betul beliau wafat,” kata Irham saat dihubungi, dengan nada suara yang menahan kesedihan.
Lahir di Pati pada 29 Maret 1962, jejak pergerakan Imam Aziz telah tertanam sejak masa mudanya.
Saat menjadi mahasiswa di IAIN Sunan Kalijaga, ia aktif di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan Lembaga Pers Mahasiswa Arena.
Baca Juga: Hukum Puasa 1 Muharram atau 1 Suro Menurut Ajaran NU dan Muhammadiyah
Dari sanalah ia turut membidani lahirnya Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS) Yogyakarta, sebuah institusi yang menjadi kawah candradimuka bagi banyak aktivis dan pemikir muda NU.
Namun, perannya yang paling signifikan justru berada di titik-titik kritis organisasi. Ia adalah salah satu tokoh kunci di balik gerakan "Masyarakat Santri untuk Advokasi Rakyat (Syarikat)" dan penyelenggaraan "Mubes Warga NU" di Cirebon pada tahun 2004, sebuah forum penting yang bertujuan mengawal dan meneguhkan kembali Khittah NU.
Kepiawaiannya sebagai seorang organisator dan manajer teruji saat ia dipercaya menjadi Ketua Panitia Penyelenggara untuk dua perhelatan akbar NU secara berturut-turut.
Ia sukses mengorkestrasi Muktamar ke-33 NU di Jombang pada 2015 dan Muktamar ke-34 NU di Lampung pada 2021, dua acara raksasa yang melibatkan jutaan warga nahdliyin.
Di PBNU, ia juga menjadi salah satu pilar di balik penerbitan Ensiklopedia NU, sebuah proyek monumental untuk mendokumentasikan khazanah pengetahuan organisasi.
Kiprahnya membuktikan bahwa KH Imam Aziz adalah seorang arsitek pergerakan yang bekerja dalam sunyi, namun karyanya bergema nyaring dalam sejarah perjalanan Nahdlatul Ulama modern.