Suara.com - Pengalaman di medan tempur ternyata menjadi pijakan penting bagi Menteri Transmigrasi Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara dalam membangun budaya antikorupsi di kementeriannya.
Hal itu disampaikan langsung dalam acara Pencanangan Survei Penilaian Integritas (SPI) KPK 2025 dan penyusunan Zona Integritas di lingkungan Kementerian Transmigrasi.
Di hadapan para peserta dan perwakilan KPK, Iftitah mengungkap kisah personal yang menjadi prinsipnya dalam menegakkan disiplin dan integritas.
Ia menceritakan pengalaman saat memimpin Yonkav-8 dalam operasi militer di Aceh pada 2005, ketika harus mengambil keputusan tegas terhadap pelanggaran di internal satuannya.
“Jadi biasanya kalau ada bis lewat dibajak oleh gerilya, terus kemudian diambil barang-barangnya. Ada truk lewat, di-stop, terus kemudian diambil atau dipalakin lah kira-kira begitu atau diambil isi barangnya,” kenangnya.
Namun di luar ancaman kelompok bersenjata, ia justru menemukan kenyataan pahit: pungutan liar dilakukan oleh sebagian anggota satuan TNI yang dipimpinnya.
“Nah, kami melaksanakan pengamanan itu. Dalam perjalanannya, saya melihat ternyata ada juga oknum-oknum TNI yang melakukan pungli atau pungutan liar,” tambah Iftitah.
Baginya, pelanggaran itu bukan hanya soal disiplin militer, tapi juga soal moral publik.
Saat masyarakat sudah terbebani oleh "Pajak Nanggroe" dari kelompok gerilya, keberadaan pungli dari aparat negara memperparah ketidakpercayaan publik.
Baca Juga: KPK Periksa Empat Tersangka terkait Kasus Pemerasan TKA di Kemnaker
“Oleh karena itu, pada saat itu, di lingkup kesatuan Yonkav-8, kami melakukan evaluasi dan terus kemudian saya melakukan semacam penelaahan, observasi. Lalu kemudian saya sampaikan kepada seluruh prajurit bahwa jangan ada yang pungli,” ujar Iftitah.
Namun setelah peringatan keras disampaikan, pelanggaran tetap terjadi.
Iftitah pun membentuk gugus tugas intelijen internal untuk membongkar praktik pungli dari dalam. Tindakannya tak main-main.
“Akhirnya sekitar 22 orang kita sel. Jadi pada saat itu kita punya sel, gerilyawannya cuma satu orang, TNI-nya 22 orang yang kita sel. Nah, dari situ mulai terbangun kesadaran dari internal,” tegasnya.
Iftitah membawa semangat bersih-bersih dari medan konflik ke lingkup birokrasi Kementerian Transmigrasi.
Ia meyakini, tindakan korektif harus dimulai dari dalam, sebelum intervensi eksternal seperti penindakan dari KPK terjadi.