Mengutip Laporan Hasil Audit (LHP) BPKP tertanggal 12 Agustus 2022, seluruh klaim kerugian negara bersifat potensi (potential loss), bukan kerugian nyata (actual loss).
Hal ini sejalan dengan Pasal 1 angka 22 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Putusan MK No. 25/PUU-XIV/2016, yang mensyaratkan kerugian negara harus bersifat nyata dan pasti.
"Menyimpulkan adanya pengadaan palsu tanpa ada pembayaran adalah bentuk kriminalisasi berbasis asumsi," tambahnya.
Langkah Korektif dan Upaya Hukum
Pihak Leonardi juga mengklaim bahwa kliennya justru telah mengambil langkah-langkah korektif, seperti bersurat kepada Navayo pada awal 2017 untuk menghentikan pengiriman barang dan menginisiasi adendum kontrak.
Selain itu, ditegaskan bahwa penentuan pemenang tender proyek di atas Rp100 miliar adalah wewenang Pengguna Anggaran (PA) sesuai Permenhan No 17 Tahun 2014, bukan wewenang Leonardi.
Sebagai langkah perlawanan hukum, tim kuasa hukum telah mendaftarkan gugatan Praperadilan atas penetapan tersangka terhadap Laksamana Muda (Purn) Ir Leonardi, MSc.
Gugatan tersebut terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 85/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL pada tanggal 16 Juli 2025.
"Kami mendukung penegakan hukum yang transparan oleh Kejaksaan Agung, namun jangan sampai mengorbankan orang yang telah bekerja secara jujur dan sesuai prosedur," tutup Rinto Maha.
Baca Juga: Kasus Korupsi Satelit Kemenhan, Bule AS Thomas Anthony Divonis Ringan 12 Tahun Penjara!