Hak Jawab Laksamana Muda Purn Leonardi dalam Kasus Korupsi Satelit Kemenhan

Sabtu, 19 Juli 2025 | 23:45 WIB
Hak Jawab Laksamana Muda Purn Leonardi dalam Kasus Korupsi Satelit Kemenhan
Ilustrasi pengadilan. Kuasa Hukum Laksamana Muda purnawirawan Leonardi akan mengajukan praperadilan terkait kasus korupsi pengadaan satelit di Kemenhan.

Suara.com - Purnawirawan TNI, Laksamana Muda (Purn) Ir Leonardi, MSc, melalui kuasa hukumnya dari Lazzaro Law Firm, secara resmi melayangkan hak jawab atas pemberitaan media Suara.com yang berjudul "Dijerat Kejagung, Terkuak Akal Bulus Purnawirawan TNI Leonardi dkk Tilap Duit Proyek Satelit Kemhan" yang terbit pada 8 Mei 2025 lalu.

Pihak Leonardi membantah keras tuduhan yang dialamatkan kepadanya dan menegaskan tidak ada kerugian negara dalam proyek tersebut.

Selaku kuasa hukum, Rinto Maha, SH, MH, menyatakan bahwa pemberitaan tersebut merugikan nama baik kliennya karena dinilai tidak seimbang, mengandung kesimpulan prematur, dan tidak mengedepankan asas praduga tak bersalah.

"Kami menggunakan hak jawab yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers untuk meluruskan beberapa narasi dalam pemberitaan yang berpotensi menyesatkan masyarakat," ujar Rinto Maha dalam keterangan resminya, Sabtu (19/7/2025).

Pihak Leonardi meluruskan beberapa poin penting yang dianggap tidak sesuai dengan fakta hukum yang ada:

1. Penandatanganan Kontrak Dilakukan Setelah Anggaran Tersedia

Menanggapi narasi bahwa Leonardi sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menandatangani kontrak dengan Navayo pada 1 Juli 2016, pihak kuasa hukum menegaskan hal tersebut tidak benar.

Menurutnya, penandatanganan kontrak baru dilakukan pada 12 Oktober 2016, setelah Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tersedia, bukan saat anggaran belum ada.

2. Klaim Invoice Bukan Inisiatif dan Persetujuan Leonardi

Baca Juga: Kasus Korupsi Satelit Kemenhan, Bule AS Thomas Anthony Divonis Ringan 12 Tahun Penjara!

Terkait tuduhan persekongkolan dalam penerbitan invoice berdasarkan empat Certificate of Performance (CoP), pihak Leonardi memberikan klarifikasi sebagai berikut:

  • Invoice yang diajukan oleh Navayo merupakan bagian dari klausul kontraktual berdasarkan klaim progres kerja dari pihak penyedia.
  • Invoice tersebut tidak pernah dibuat, disahkan, apalagi dibayarkan atas persetujuan Leonardi.

CoP yang menjadi dasar tagihan ditandatangani oleh pihak yang tidak berwenang, yaitu Panitia Penerimaan Hasil Pekerjaan, bukan oleh klien kami. Penerimaan barang dari Navayo pun disebut terjadi tanpa sepengetahuan Leonardi.

"Tidak ada dasar hukum untuk menyatakan klien kami 'bersekongkol' dengan Navayo. Justru beliau tidak menyetujui penerbitan CoP tersebut," tegas Rinto.

3. Tidak Ada Kerugian Negara Aktual

Poin paling krusial yang dibantah adalah mengenai kerugian negara sebesar 21,38 juta dolar AS yang disebut dalam pemberitaan berdasarkan perhitungan BPKP.

Kuasa hukum Leonardi menyatakan bahwa tidak ada satu rupiah pun yang dibayarkan oleh Kementerian Pertahanan kepada Navayo.

Mengutip Laporan Hasil Audit (LHP) BPKP tertanggal 12 Agustus 2022, seluruh klaim kerugian negara bersifat potensi (potential loss), bukan kerugian nyata (actual loss).

Hal ini sejalan dengan Pasal 1 angka 22 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Putusan MK No. 25/PUU-XIV/2016, yang mensyaratkan kerugian negara harus bersifat nyata dan pasti.

"Menyimpulkan adanya pengadaan palsu tanpa ada pembayaran adalah bentuk kriminalisasi berbasis asumsi," tambahnya.

Langkah Korektif dan Upaya Hukum

Pihak Leonardi juga mengklaim bahwa kliennya justru telah mengambil langkah-langkah korektif, seperti bersurat kepada Navayo pada awal 2017 untuk menghentikan pengiriman barang dan menginisiasi adendum kontrak.

Selain itu, ditegaskan bahwa penentuan pemenang tender proyek di atas Rp100 miliar adalah wewenang Pengguna Anggaran (PA) sesuai Permenhan No 17 Tahun 2014, bukan wewenang Leonardi.

Sebagai langkah perlawanan hukum, tim kuasa hukum telah mendaftarkan gugatan Praperadilan atas penetapan tersangka terhadap Laksamana Muda (Purn) Ir Leonardi, MSc.

Gugatan tersebut terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 85/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL pada tanggal 16 Juli 2025.

"Kami mendukung penegakan hukum yang transparan oleh Kejaksaan Agung, namun jangan sampai mengorbankan orang yang telah bekerja secara jujur dan sesuai prosedur," tutup Rinto Maha.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI