Suara.com - Dunia kembali diselimuti kabar duka dari Kerajaan Arab Saudi.
Pangeran Al-Waleed bin Khalid bin Talal Al Saud, yang selama 20 tahun dikenal dengan julukan haru 'The Sleeping Prince' atau 'Pangeran Tidur', telah menghembuskan napas terakhirnya.
Wafatnya sang pangeran menjadi penutup dari sebuah penantian panjang yang dipenuhi doa dan harapan.
Namun, di balik 20 tahun kisah koma yang tragis itu, ada sebuah kehidupan yang terhenti, sebuah potret masa muda yang penuh dengan cita-cita dan ambisi.
Sebelum menjadi simbol kesabaran dan tragedi, siapakah sebenarnya sosok Pangeran Al-Waleed? Mari kita mengenang kembali pemuda di balik julukan 'Pangeran Tidur'.
Jauh sebelum ruang perawatan menjadi dunianya, Pangeran Al-Waleed adalah seorang pemuda yang enerjik.
Lahir pada tahun 1987, ia adalah keponakan dari Pangeran Al-Waleed bin Talal, salah satu investor terkaya di dunia.
Foto-foto masa kecil dan remajanya yang dibagikan keluarga menunjukkan sosok pemuda dengan senyum cerah, dikelilingi oleh kemewahan namun tetap membumi.
Ia bukanlah pangeran yang hanya menikmati statusnya. Al-Waleed memiliki ambisi yang jelas dan jalan hidup yang telah ia pilih sendiri.
Baca Juga: Media Timur Tengah Anggap Timnas Indonesia 'Anak Bawang' di Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026
Berbeda dari banyak kerabatnya yang terjun ke dunia bisnis atau politik, Al-Waleed memiliki hasrat yang kuat untuk mengabdi di bidang militer.
Untuk mengejar mimpinya, ia menempuh pendidikan di sebuah akademi militer bergengsi di London. Di usia 18 tahun, ia adalah seorang kadet yang bersemangat, tengah menempa diri dengan disiplin dan ilmu strategi untuk menjadi seorang perwira.
Hidupnya penuh dengan potensi. Masa depannya sebagai seorang perwira dan pemimpin terbentang luas di hadapannya. Namun, semua impian itu hancur dalam sekejap.
Pada tahun 2005, sebuah kecelakaan mobil fatal di London merenggut semua itu. Ia menderita pendarahan otak yang sangat parah, membuatnya jatuh ke dalam koma yang dalam—sebuah tidur panjang yang tak pernah ia duga akan berlangsung selama dua dekade.
Kini, dengan kabar wafatnya, kita dipaksa untuk merenungkan apa yang telah hilang. Selama 20 tahun ia terbaring, dunia terus bergerak dengan kecepatan penuh.
Teknologi: Saat ia kecelakaan, iPhone belum ada, media sosial masih di masa awal. Ia tak pernah merasakan era digital yang kita jalani sekarang.
Keluarga: Orang tuanya, terutama sang ayah, Pangeran Khalid bin Talal, menua di samping tempat tidurnya, menunjukkan kesetiaan luar biasa yang menginspirasi dunia.
Dunia: Perubahan geopolitik, budaya, dan sosial yang besar terjadi, namun baginya, waktu seolah membeku di tahun 2005.
Ia tetaplah pemuda berusia 18 tahun dalam tubuh seorang pria berusia 38 tahun. Wafatnya bukan hanya akhir dari sebuah kondisi medis, tetapi penutup permanen bagi potensi kehidupan yang luar biasa yang tak pernah terwujud.
Kematian Pangeran Al-Waleed bin Khalid adalah pengingat yang tajam tentang betapa rapuhnya kehidupan dan betapa cepatnya takdir dapat mengubah segalanya.
Ia akan selalu dikenang bukan hanya sebagai 'Pangeran Tidur' yang koma selama 20 tahun, tetapi sebagai pemuda cerdas dan berambisi yang mimpinya direnggut terlalu cepat.
Perjalanannya di dunia telah usai, meninggalkan warisan kisah tentang cinta keluarga yang tak terbatas dan kehidupan yang penuh harapan.
Kisah ini mengingatkan kita betapa berharganya setiap waktu dan impian.
Apa pelajaran terbesar yang bisa kamu petik dari perjalanan hidup Pangeran Al-Waleed? Bagikan pemikiranmu di kolom komentar.