Kasus ini tidak berdiri sendiri. Sejumlah nama lain turut terseret dan bahkan ditahan oleh KPK, seperti Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Semarang, Martono, dan Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa, Rachmat Utama Djangkar.
Bahkan, dalam persidangan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan meja dan kursi senilai Rp18 miliar di Dinas Pendidikan, sempat mencuat istilah "Titipan Bapake", yang mengindikasikan adanya intervensi kekuasaan dalam proyek publik.

Warga Semarang, Saatnya Buka Mata
Kasus-kasus besar yang terungkap ini hanyalah puncak dari gunung es.
Statistik "rata-rata 1 kasus korupsi muncul setiap 30 hari" menunjukkan bahwa praktik lancung ini mungkin sudah mengakar dan sistematis.
Pejabat yang seharusnya menjadi pelayan masyarakat justru berkhianat, menggerogoti anggaran yang menjadi hak seluruh warga Semarang.
Sikap apatis dan diam adalah pupuk paling subur bagi korupsi.
Saatnya warga Semarang berhenti menjadi penonton. Jangan biarkan para pejabat membodohi Anda dengan citra dan janji manis, sementara di belakang layar mereka merampok uang rakyat.
Apa yang bisa kita lakukan?
Baca Juga: Ekonomi Pancasila Vs Kapitalis: Mana yang Lebih Baik? Kasus Tom Lembong Buka Tabir Perbedaan
Awasi Anggaran: Cari tahu bagaimana APBD Kota Semarang dialokasikan. Apakah sudah tepat sasaran untuk kebutuhan publik?
Tuntut Transparansi: Desak pemerintah kota untuk transparan dalam setiap proyek dan pengadaan barang/jasa.
Jangan Takut Melapor: Jika menemukan kejanggalan, manfaatkan kanal-kanal pengaduan yang ada.
Pilih dengan Cerdas: Gunakan hak pilih Anda dalam setiap pemilihan untuk memilih pemimpin yang terbukti berintegritas, bukan mereka yang memiliki rekam jejak korupsi.