Suara.com - Di tengah riuh rendah perdebatan budaya dan ekonomi seputar sound horeg, perspektif medis dari seorang ahli telinga, hidung, dan tenggorokan (THT) memberikan alarm sunyi yang paling menakutkan.
Dr. Fikri Mirza Putranto, Spesialis THT dari Rumah Sakit Universitas Indonesia, membongkar fakta-fakta klinis di balik paparan suara ekstrem yang selama ini mungkin dianggap sepele oleh para penikmatnya.
Menurut Dr. Fikri, ancaman terbesar dari sound horeg bukanlah efek yang langsung terlihat, melainkan kerusakan jangka panjang yang terjadi secara diam-diam.
Ia menyebutnya sebagai 'kecacatan' yang sering diabaikan karena sifatnya yang tidak kasat mata.
"Yang jadi masalah adalah bahwa ketulian itu kecacatan yang tidak terlihat, Pak," tegas Dr. Fikri.
"Mohon maaf kalau buta, mohon maaf kalau kehilangan anggota badan, orang bisa lihat, tapi ketulian itu adalah hidden disabilities. Yang tahu cuman dia," katanya.
Ia menjelaskan bahwa kerusakan pendengaran akibat suara bising tidak terjadi dalam semalam.
Tidak ada kasus di mana seseorang menonton pertunjukan sound horeg hari ini dan langsung menjadi tuli total keesokan harinya.
Justru, sifatnya yang perlahan namun pasti inilah yang membuatnya lebih berbahaya.
Baca Juga: Ketika Karnaval Jadi Derita! Sound Horeg dan Dampak Nyata untuk Kesehatan
"Itu efek akumulatif. Jadi mohon maaf,, kalau boleh petugasnya yang sudah dari 2014 monggo dicek pendengarannya," tantangnya.
Salah satu sinyal bahaya pertama yang menandakan kerusakan permanen telah dimulai adalah tinnitus atau telinga berdenging.
Bagi banyak orang, ini mungkin dianggap efek samping biasa setelah berada di tempat bising. Namun, Dr. Fikri memberikan peringatan keras.
"Tinitus itu telinganya berdenging. Dan itu enggak terjadi pada waktu muda. Itu terjadi sebagai efek akumulatif dan itu tertunda," katanya.
Lebih dalam, Dr. Fikri membedah bagaimana kerusakan ini mulai mengganggu kualitas hidup.
Gejala awal bukanlah ketidakmampuan mendengar suara, melainkan kesulitan berkomunikasi di tengah keramaian.