Suara.com - Palu hakim Pengadilan Tipikor Jakarta telah diketuk. Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, dijatuhi hukuman 3 tahun 6 bulan penjara dalam kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) yang menjerat buronan Harun Masiku.
Namun, alih-alih menunduk, Hasto justru melawan dengan tudingan mengejutkan: vonis terhadapnya adalah sebuah skenario yang telah ia ketahui sejak lama.
Sesaat setelah sidang pembacaan putusan, Hasto dengan tegas menyatakan bahwa angka hukuman yang dijatuhkan kepadanya bukanlah kejutan.
Ia mengklaim telah mendapat informasi mengenai besaran vonis itu berbulan-bulan sebelumnya.
"Karena sejak awal, bahkan beberapa hari yang lalu, saya sudah mengetahui informasi-informasi terkait angka 3,5 tahun sampai 4 tahun. Sejak bulan April," kata Hasto di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (25/7/2025).
Pernyataan ini seolah menjadi puncak dari narasi "pengadilan politik" yang kerap ia suarakan menjelang sidang vonis.
Dengan lantang, Hasto memosisikan dirinya sebagai korban dari permainan komunikasi anak buahnya dan membantah keras temuan hakim bahwa ia menalangi uang suap sebesar Rp400 juta untuk eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
"Saya menjadi korban dari komunikasi anak buah, di mana di dalam persidangan ini juga sudah menyatakan seluruh dana, di bawah sumpah, itu berasal dari Harun Masiku," ujar Hasto.
Meskipun menyatakan menghormati lembaga peradilan, Hasto menyebut putusan tersebut telah mencederai rasa keadilan karena adanya fakta-fakta yang ia anggap masih disembunyikan.
Baca Juga: 'Ramalan' Sekjen PDIP Meleset Dikit, Guntur Romli: Hasto Sudah Tahu Vonisnya Sejak April 2025
Vonis 3,5 Tahun dan Lolos dari Dakwaan Perintangan Penyidikan
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, yang diketuai oleh Rios Rahmanto, menyatakan Hasto Kristiyanto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dalam kasus suap untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI.
“Menjatuhi terdakwa pidana penjara 3 tahun dan 6 bulan,” kata Ketua Majelis Hakim Rios Rahmanto.
Selain pidana badan, Hasto juga dihukum membayar denda sebesar Rp250 juta, subsider 3 bulan kurungan.
Vonis ini secara signifikan lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menginginkan Hasto dipenjara selama 7 tahun dan denda Rp600 juta.
Namun, ada satu poin krusial yang dimenangkan oleh Hasto.
Majelis hakim menyatakan Hasto tidak terbukti bersalah dalam dakwaan perintangan penyidikan (obstruction of justice).
Hakim berpendapat, tindakan yang dituduhkan jaksa, seperti memerintahkan Harun Masiku merendam ponsel, terjadi saat kasus masih dalam tahap penyelidikan, bukan penyidikan yang sah.
Peran Sentral dan Bantahan Keras
Dalam pertimbangannya, hakim menilai peran Hasto dalam skema suap ini bersifat esensial.
Ia disebut sebagai penyedia dana awal sebesar Rp400 juta dan memiliki akses langsung ke Komisioner KPU saat itu, Wahyu Setiawan.
Namun, Hasto menolak temuan ini dan menganggapnya sebagai bentuk ketidakadilan.
"Meskipun proses persidangan kami junjung tinggi, lembaga peradilan tetap kami hormati. Tetapi dengan adanya berbagai fakta yang masih disembunyikan tersebut, berupa aliran dana yang seharusnya adalah tahap pertama 750 juta, tapi kemudian dikatakan 400 juta, maka ini telah menyentuh aspek keadilan itu," tambah dia.
Kasus ini berawal dari penetapan tersangka Hasto oleh KPK pada Desember 2024. KPK menuduh Hasto tidak hanya terlibat dalam penyuapan, tetapi juga aktif merintangi penyidikan dengan mengarahkan saksi dan memerintahkan penghilangan barang bukti.
Namun, dakwaan kedua inilah yang akhirnya tidak terbukti di mata majelis hakim.