Ponsel Jadi Kunci: Dua Alasan Hakim Patahkan Dakwaan Perintangan Penyidikan Hasto

Wakos Reza Gautama Suara.Com
Jum'at, 25 Juli 2025 | 17:56 WIB
Ponsel Jadi Kunci: Dua Alasan Hakim Patahkan Dakwaan Perintangan Penyidikan Hasto
Terdakwa kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan, Hasto Kristiyanto saat menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (25/7/2025). Hasto dinyatakan tidak terbukti melakukan perintangan penyidikan. [Suara.com/Alfian Winanto]

Suara.com - Salah satu pilar utama dakwaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Hasto Kristiyanto runtuh di ruang sidang.

Tuduhan perintangan penyidikan yang diwarnai drama perintah untuk menenggelamkan ponsel dinyatakan tidak terbukti oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor.

Meskipun divonis bersalah atas kasus suap, Hasto berhasil lolos dari pasal yang bisa menambah berat hukumannya secara signifikan.

Putusan hakim ini bukan tanpa alasan. Majelis hakim membedah dakwaan jaksa dan menemukan dua kelemahan fundamental yang membuat tuduhan perintangan penyidikan menjadi tidak berdasar.

"Majelis hakim menyimpulkan bahwa terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan ke-1 melanggar Pasal 21 UU Tipikor juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP," kata Anggota Majelis Hakim, Sunoto, saat membacakan pertimbangan putusan pada Jumat, 25 Juli 2025.

Berikut adalah dua logika kunci yang menyelamatkan Hasto dari dakwaan tersebut.

1. Logika Waktu: Salah Timing, Dakwaan Gugur Secara Yuridis

Alasan pertama dan yang paling fundamental adalah soal timing. Hakim menyoroti perbedaan krusial antara waktu dugaan perbuatan dan status hukum Harun Masiku.

Menurut hakim, percakapan telepon antara Hasto dan Harun Masiku yang berisi arahan terkait ponsel terjadi pada 8 Januari 2020 sekitar pukul 18.19 WIB. Pada momen itu, status penanganan perkara di KPK masih dalam tahap penyelidikan, bukan penyidikan.

Baca Juga: Ganjar Bersyukur Usai Hasto Divonis 3,5 Tahun Penjara, Ini Alasannya

Sementara itu, Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yang secara formal menetapkan Harun Masiku sebagai tersangka baru diterbitkan KPK pada 9 Januari 2020.

"Perbuatan memerintahkan Harun Masiku terjadi 8 Januari 18.19 WIB, surat perintah penyidikan yang menetapkan Harun Masiku tersangka 9 Januari 2020 terjadi selisih waktu yang signifikan secara yuridis perbuatan dilakukan sebelum status tersangka formal melekat ke Harun Masiku," papar hakim.

Bagi hakim, ini adalah poin fatal. Pasal 21 UU Tipikor secara spesifik mengatur larangan merintangi proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang.

Karena perbuatan Hasto terjadi sebelum tahap penyidikan resmi dimulai, maka secara hukum unsur dalam pasal tersebut tidak terpenuhi.

"Menimbang bahwa lebih fundamental lagi 8 Januari 2020 yang sedang berlangsung tahap penyelidikan," imbuh hakim.

2. Delik Materiil: Tak Ada Akibat, Tak Ada Pidana

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI