Dengan modal sebesar itu, bagaimana para pengusaha ini meraup keuntungan? Jawabannya terletak pada harga sewa yang fantastis.
Tarif sewa sound horeg bervariasi, tergantung pada skala acara dan reputasi pemiliknya
Untuk acara hajatan atau karnaval desa, maka untuk acara standar, harga sewa bisa berkisar antara Rp 10 juta hingga Rp 30 juta untuk satu hari.
Sedangkan acara Battle Sound/Event Besar adalah untuk acara kompetisi atau konser besar, tarifnya bisa melonjak hingga Rp 50 juta atau lebih per penampilan.
Kekinian permintaan yang tinggi, terutama saat musim hajatan atau perayaan hari besar, membuat bisnis ini memiliki perputaran uang yang sangat cepat.
Dampak terbesar dari industri sound horeg adalah kemampuannya menjadi mesin penggerak ekonomi lokal.
Sebuah acara "battle sound" bukan lagi sekadar kompetisi audio, melainkan sebuah festival rakyat yang menciptakan efek domino ekonomi seperti pada pedagang kaki lima, jasa parkir, komunitas hiburan, sekaligus jasa lainnya seperti mulai dari penyewaan panggung, lighting, hingga keamanan lokal, semuanya ikut kecipratan rezeki.
Secara tidak langsung, setiap guncangan horeg turut menggerakkan roda perekonomian di tingkat desa dan kota kecil, membuktikan bahwa hobi dan kultur bisa menjadi kekuatan ekonomi yang nyata.
Di balik kebanggaan dan keuntungan, menjadi "juragan sound" juga penuh tantangan.
Baca Juga: Apa Itu Sound Horeg? Mengenal Fenomena Bass Perontok Genteng Ciptaan Edi Sound
Risiko kerusakan alat yang sangat mahal, biaya operasional (terutama solar untuk genset) yang tinggi, hingga keluhan dari warga menjadi bagian dari keseharian mereka.
Kini, tantangan terbesar datang dari regulasi dan fatwa haram yang mulai bermunculan. "Kami ini cuma cari makan dari hiburan, Mas. Kalau dilarang total, banyak yang kehilangan pekerjaan," keluh seorang operator.
Industri sound horeg kini berada di persimpangan jalan, antara mempertahankan eksistensi sebagai bisnis yang menjanjikan dan beradaptasi dengan tuntutan sosial serta regulasi yang semakin ketat.