Suara.com - Kecintaan pada dunia audio bisa tumbuh dari mana saja. Bagi Memed Potensio alias Thomas Ava Edi Sound Horeg, perjalanan kariernya di dunia sound system berawal dari ketertarikan sederhana sejak ia masih duduk di bangku kelas 3 SD.
"Dulu itu, waktu kelas 3 SD belajar kendang. Kendang ketipung, elektunan. Setelah itu bapakku ikut sound-sound-an," ungkap Edi dalam Youtube ALI ID yang diunggah tiga tahun lalu (7/11/2022).
Nama Memed Potensio atau juga dikenal sebagai Thomas Ava Edi Sound Horeg belakangan viral dan menghebohkan publik.
Warganet awalnya penasaran dengan wajah lesu Edi saat mengoperasikan sound horeg. Namun lama kelamaan, kisah dan perjalanan hidupnya pun menggelitik banyak orang.
Suka Musik dan Sound Sejak SD
Kala itu, ia mulai belajar memainkan kendang ketipung untuk musik elektunan, terinspirasi dari sang ayah yang juga berkecimpung di dunia persewaan sound system.
"Dulu punya sekarang sudah habis, canon. Dijual, canon sama ACR Classic," cerita Edi dalam bahasa Jawa.
Meskipun sound system milik ayahnya akhirnya dijual, semangat Memed tidak pernah padam. Tanpa guru formal, ia belajar secara otodidak.
Ia memulainya dari hal-hal paling dasar, seperti menyalakan genset diesel, hingga memahami fungsi-fungsi dasar pada mixer.
"Setelah itu belajar nyalain dongfeng, nyalain diesel. Bisa tapi tidak diajarin cara benerin treble, middle, bass."
Baca Juga: Masa Depan Horeg Ciptaan Edi Sound: Antara Larangan dan Inovasi yang Lebih 'Sopan'
"Pokoknya bisa nyalain diesel, ganti lagu, benerin treble, ya sudah. Tanggapan buat jaranan. Tidak ada yang ngajarin dulu, belajar sendiri," kenangnya.
Gaji Pertama
Memasuki jenjang SMP, semangatnya justru semakin membara. Sepulang sekolah, ia langsung berangkat untuk menjadi kru sound system di berbagai acara, salah satunya pertunjukan jaranan.
"Pokoknya SD kelas 6 sudah main sound. Setelah itu SMP mondok setahun gara-gara kepinteran. Akhirnya setahun sudah selesai. Mondok, SMP, pulang sekolah main sound lagi," kataya.
Dari pekerjaan itu, ia menerima bayaran pertamanya sebesar Rp25.000 untuk dua hari bekerja.
Awalnya, ia hanya menjadi "rewangan" atau kru pembantu untuk sebuah sound system dari Blitar.
Langkahnya menjadi lebih profesional saat ia berkesempatan belajar manajemen dan seluk-beluk mixer digital bersama Mas Aan dari Aan Production.