Suara.com - Tragedi kematian diplomat muda Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Arya Daru Pangayunan, menyisakan deretan anomali dan pertanyaan besar yang belum terjawab.
Di tengah proses investigasi kepolisian, muncul suara kritis dari internal korps diplomatik yang menyayangkan sikap Kemenlu yang dinilai terlalu pasif dan terkesan melepaskan tanggung jawab.
Mantan diplomat senior, Priyatna, secara terbuka mempertanyakan minimnya "jiwa korsa" atau solidaritas institusional dari Kemenlu.
Ia mendesak agar kementerian tidak hanya menyerahkan kasus ini sepenuhnya kepada polisi, tetapi juga proaktif membentuk sebuah Satuan Tugas (Satgas) gabungan untuk menguak misteri yang menyelimuti kematian juniornya.
"Tidak, tidak ada rasa jiwa korsa bahwa seseorang ini warga Kemlu yang meninggal gitu loh. Serahkan kepada polisi, fine. Tapi ya alangkah baiknya kalau kan tidak ada cost yang besar bentuk tim investigasi Kemhan, Kemlu BIN, Bais ya kan Mas?" ujar Priyatna dikutip dari Youtube Bambang Widjojanto.
Menurut Priyatna, pembentukan Satgas yang melibatkan berbagai unsur, termasuk intelijen negara, menjadi relevan mengingat banyaknya kejanggalan dalam kasus ini.
Ia menilai Kemenlu seharusnya memiliki kepedulian institusional yang lebih besar ketimbang sekadar pernyataan normatif.
"Tanda tanya saya kenapa concerns institution kok kayaknya terbatas ya? Kepeduliannya hanya kami sudah serahkan kepada polisi. That's fine. Tapi kita juga tidak ada salahnya membentuk tim Satgas investigasi bersama," tegasnya.
Priyatna membayangkan Satgas ini bisa bekerja layaknya Kompolnas yang mendampingi dan mengawasi kerja kepolisian, memastikan semua sudut pandang dan kemungkinan dieksplorasi secara mendalam.
Baca Juga: CCTV Gerak-gerik Arya Daru di Rooftop Kantor Kemlu Malam Hari Sebelum Insiden
Keterlibatan Kemenlu, Kemhan, BIN, dan BAIS dipandang perlu untuk menangani kasus yang berpotensi memiliki dimensi lebih rumit dari sekadar insiden biasa.
Misteri Rooftop Pejambon dan Ponsel yang Raib
Kecurigaan publik dan para kolega Daru diperkuat oleh detail-detail janggal dari lokasi kejadian. Salah satu yang paling membingungkan adalah bagaimana Daru bisa mengakses atap atau rooftop Gedung Kemenlu di Pejambon, sebuah area yang seharusnya memiliki akses terbatas.
"Yang terakhir itu Daru katanya sebelum kembali ke kosnya dia mampir ke Pejambon kantornya dan naik ke lantai 12. Rooftop di atap saya sendiri tidak tahu karena di bawah itu ada lantai pusat komunikasi gitu di lantai 10 orang ke lantai 11 ke-12 bagaimana naiknya gitu yang saya membayangkan bagaimana akses itu, bagaimana dia bisa lewati itu gitu dan ke atas dan menaruh barang apalagi," ungkap Priyatna, menggambarkan kerumitan akses ke lokasi tersebut.
Kejanggalan terbesar yang menjadi sorotan utama adalah hilangnya ponsel milik Daru. Fakta ini menjadi krusial karena diketahui Daru masih aktif berkomunikasi beberapa saat sebelum kejadian nahas menimpanya.
"Informasi barunya bahwa apa ya tadi siang itu HP-nya tidak ditemukan. HP-nya tidak ada atau HP tidak ditemukan," kata Priyatna. Padahal, ia mengonfirmasi bahwa malamnya korban baru saja berkomunikasi.
Hilangnya barang bukti vital ini memunculkan spekulasi kuat adanya pihak lain yang terlibat.
"Banyak kemungkinan dibuang atau apa atau apa enggak tahu kita. Makanya ini butuh apa ya? Satas menjadi relevan," pungkasnya.
Desakan Priyatna ini menjadi representasi kegelisahan banyak pihak yang menginginkan transparansi dan investigasi tuntas.
"Kita tidak ingin saling menyudutkan. Kita saling memberikan perhatian pada seseorang saudara kita yang meninggal kan gitu aja bahasanya. Kenapa tidak gitu? Bikin satgas."