5 Poin Menohok Anies Baswedan Usai Pilpres: Garis Batas Hukum dan Demokrasi Tak Boleh Dianggap Remeh

Senin, 28 Juli 2025 | 07:45 WIB
5 Poin Menohok Anies Baswedan Usai Pilpres: Garis Batas Hukum dan Demokrasi Tak Boleh Dianggap Remeh
Mantan Capres 2024, Anies Baswedan di Podcast Overpost. [YouTube]

Suara.com - Usai hiruk pikuk kontestasi Pilpres, Anies Baswedan muncul dengan analisis tajam mengenai dua pilar fundamental bangsa: penegakan hukum dan masa depan demokrasi. Dalam obrolan mendalam di Podcast Overpost, Anies tidak sekadar melempar kritik, tetapi menyodorkan gagasan konkret yang relevan untuk arah reformasi Indonesia.

Analisisnya memberikan perspektif baru, terutama bagi generasi muda yang peduli terhadap kualitas hukum dan demokrasi di Tanah Air. Dari idenya tentang "garis batas" hingga pengingat keras soal perjuangan demokrasi, pandangan Anies menjadi relevan untuk dibedah.

Berikut adalah 5 poin penting dari pemikiran Anies Baswedan yang patut menjadi sorotan.

1. Keadilan Harus Dimulai dari Pucuk Pimpinan

Ilustrasi keadilan (Pexels)
Ilustrasi keadilan (Pexels)

Bagi Anies, reformasi hukum tidak bisa lagi hanya sebatas retorika atau perbaikan di level bawah. Ia menekankan perlunya pergeseran paradigma yang fundamental, dimulai dari level tertinggi. Menurutnya, keadilan bukanlah produk akhir, melainkan sebuah kesadaran yang harus dimiliki para pemimpin.

"Penegakan hukum di Indonesia harus dimulai dari kesadaran untuk menghasilkan keadilan dan dimulai dari paling atas," tegas Anies. Tanpa kesadaran ini, hukum berisiko menjadi alat kekuasaan semata, bukan instrumen yang melayani rasa keadilan publik.

2. Gagasan 'Garis Batas': Lupakan Masa Lalu, Fokus Perbaiki Hari Ini

Salah satu gagasan paling konkret dan menarik dari Anies adalah konsep "garis batas". Alih-alih terjebak dalam upaya mengadili semua kesalahan masa lalu yang rumit, ia menawarkan sebuah titik balik yang jelas.

Anies menyarankan untuk "membuat garis batas, tidak meneruskan praktik-praktik keliru di masa lalu, dan fokus pada perubahan praktik saat ini."

Baca Juga: Anies Baswedan Kuliti Borok Hukum dan Demokrasi RI: Investor Ogah Masuk, Rakyat Takut Ngomong

Ini adalah sebuah 'reset' yang pragmatis. Artinya, ada pengampunan implisit untuk masa lalu, namun diiringi dengan penegakan aturan yang super ketat untuk masa depan.

Jika ada yang masih melakukan praktik lancung setelah garis batas ini ditetapkan, sanksi tegas tanpa pandang bulu harus ditegakkan.

3. Demokrasi Bukan Hadiah, Tapi Perjuangan Berkelanjutan

Seorang warga Pekanbaru melihat daftar peserta Pemilu di papan pengumuman yang tersedia di TPS, Rabu (14/2/2024). [Suara.com/Eko Faizin]
Seorang warga Pekanbaru melihat daftar peserta Pemilu di papan pengumuman yang tersedia di TPS, Rabu (14/2/2024). [Suara.com/Eko Faizin]

Pengalaman pahit dalam Pilpres menjadi pelajaran berharga bagi Anies. Ia mengingatkan bahwa demokrasi yang dinikmati saat ini bukanlah sesuatu yang datang dengan sendirinya dan akan abadi tanpa dirawat. Ada bahaya jika masyarakat mulai permisif.

Anies menegaskan bahwa "demokrasi harus terus diperjuangkan dan tidak bisa dianggap remeh (take it for granted)."

Pernyataan ini menjadi alarm bahwa demokrasi sangat rentan terhadap erosi jika tidak ada partisipasi aktif dan pengawasan ketat dari seluruh elemen masyarakat untuk menjaganya.

4. Lawan Penyimpangan Demokrasi Melalui Jalur Konstitusional

Gedung Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Senin (16/10/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]
Gedung Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Senin (16/10/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]

Melihat adanya dugaan penyimpangan seperti politik uang, intervensi aparat, hingga penggunaan fasilitas negara, Anies tidak menyerukan perlawanan di luar sistem. Sebaliknya, ia mendorong agar setiap pelanggaran dihadapi melalui mekanisme yang tersedia.

"Ketika ada penyimpangan dalam demokrasi, harus dilaporkan melalui proses konstitusional dan terus diperjuangkan," ujarnya.

Ini adalah ajakan untuk tidak diam, tetapi juga tidak anarkis. Menggunakan lembaga seperti Bawaslu hingga Mahkamah Konstitusi adalah cara beradab untuk menuntut pertanggungjawaban dan menjaga integritas proses demokrasi.

5. Jangan Bunuh Demokrasi, Tapi Koreksi Kekurangannya

Ilustrasi politik dinasti, demokrasi, menyampaikan pendapat. (Foto: Ist)
Ilustrasi politik dinasti, demokrasi, menyampaikan pendapat. (Foto: Ist)

Kekecewaan terhadap proses demokrasi sering kali melahirkan sinisme dan sikap apatis. Namun, Anies menawarkan pandangan yang berbeda. Baginya, solusi atas berbagai masalah demokrasi bukanlah dengan meninggalkan sistem itu sendiri.

Ia percaya bahwa "bukan mematikan demokrasi, tetapi terus menjaga dan mengkoreksi penyimpangan tersebut." Setiap penyimpangan yang terungkap, meski menyakitkan, harus dilihat sebagai momentum untuk perbaikan.

Demokrasi yang sehat adalah demokrasi yang mampu belajar dari kesalahannya dan terus mengoreksi diri untuk menjadi lebih baik.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI