Suara.com - Peristiwa kebakaran hebat yang melalap sekitar 500 kios di Pasar Taman Puring, Jakarta Selatan, pada Senin (28/7/2025) tentu meninggalkan duka yang mendalam terutama bagi para pedagang.
Namun, di balik puing-puing sisa amukan si jago merah, tersimpan jejak sejarah panjang yang menjadikan kawasan ini lebih dari sekadar pasar, melainkan sebuah ikon budaya dan ekonomi bagi warga Jakarta.
Jauh sebelum dikenal sebagai pusat belanja, area yang kini kita kenal sebagai Taman Puring hanyalah sebuah ruang terbuka yang berfungsi sebagai pangkalan oplet dan tempat mangkal para pedagang pikulan.
Denyut ekonomi mulai terasa lebih kencang saat memasuki era 1960-an. Kawasan ini perlahan mulai dipadati oleh para pedagang kaki lima yang dengan cerdik menjajakan aneka barang bekas, mulai dari sepatu, pakaian, barang elektronik, hingga onderdil kendaraan.
Melansir sejumlah sumber, titik balik transformasinya terjadi pada tahun 1983. Melihat potensi ekonomi yang terus menggeliat, Gubernur DKI Jakarta saat itu meresmikan sebagian area taman untuk menjadi lokasi berdagang yang sah bagi para penjual barang bekas di wilayah Jakarta Selatan.
![Foto udara kebakaran di Pasar Taman Puring, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (28/7/2025). [ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/nz]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/07/28/92091-pasar-taman-puring-kebakaran-pasar-taman-puring-terbakar.jpg)
Sejak saat itulah, reputasi Taman Puring sebagai pusat "berburu harta karun" mulai melegenda di seantero ibu kota. Tempat ini menjadi surga bagi mereka yang mencari barang selundupan atau barang bekas impor berkualitas dengan harga yang sangat miring, mulai dari tas, jam tangan, hingga sepatu bermerek.
Daya tariknya tak pernah surut, bahkan terus tumbuh. Pasar Taman Puring juga menjadi saksi bisu ketangguhan ekonomi warganya.
Pasca krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1998, banyak warga yang terpaksa kehilangan pekerjaan memilih untuk beralih profesi menjadi pedagang. Taman Puring pun menjadi sandaran hidup, ramai diserbu pedagang dadakan terutama di akhir pekan.
Dari sinilah lahir istilah populer "Pasar Tunggu", karena banyak pedagang yang hanya menggelar lapaknya pada hari Sabtu dan Minggu.
Baca Juga: 551 Kios di Pasar Taman Puring Hangus Terbakar, Berapa Nilai Kerugiannya?
Tragedi kebakaran yang terjadi hari Senin kemarin bukanlah yang pertama kali. Pada tahun 2002, kebakaran besar juga pernah meluluhlantakkan hampir seluruh bangunan pasar. Namun, seperti api phoenix, Taman Puring bangkit dari abunya.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kemudian membangunnya kembali dengan wajah baru yang lebih modern, yakni sebuah bangunan dua lantai yang lebih tertata.
Sejak direvitalisasi, pasar ini semakin mengukuhkan statusnya sebagai destinasi belanja favorit, khususnya bagi para pencari sepatu dengan harga terjangkau dan berbagai kebutuhan lainnya.