Suara.com - Di tengah serangan isu ijazah palsu yang terus-menerus dialamatkan kepada mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi), sebuah temuan survei terbaru justru menunjukkan hasil yang mengejutkan.
Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA mencatat bahwa mayoritas absolut publik Indonesia, atau sebanyak 74,6 persen, sama sekali tidak percaya dengan isu ijazah palsu Jokowi tersebut.
Menurut Direktur PT Survei Strategi Indonesia (SIGI) LSI Denny JA, Ardian Sopa, sikap rasional mayoritas masyarakat ini didasari oleh tiga alasan utama. Sebaliknya, hanya segelintir responden, yakni 12,2 persen, yang mempercayai isu tersebut.
"Responden survei menempatkannya sebagai bagian dari dinamika politik, bukan sebagai fakta yang mengancam legitimasi kepemimpinan nasional," kata Ardian dalam paparan hasil surveinya, dilansir Antara, Rabu (30/7/2025).
Berikut adalah tiga alasan kunci mengapa publik menolak narasi ijazah palsu menurut temuan LSI Denny JA:
1. Logika Rekam Jejak dan Proses Verifikasi Ketat
Alasan pertama adalah kepercayaan publik yang telah terbangun selama lebih dari satu dekade. Publik meyakini mustahil bagi seseorang dengan ijazah palsu untuk lolos dari serangkaian verifikasi super ketat saat mencalonkan diri, mulai dari Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta, hingga dua kali Pemilihan Presiden.
"Dalam kurun waktu itu, proses administratif seperti pencalonan kepala daerah dan presiden tentu melalui tahapan verifikasi yang ketat, termasuk pengecekan dokumen ijazah oleh KPU dan instansi resmi," tutur Ardian.
2. Konfirmasi dari Lembaga Resmi dan Kredibel
Baca Juga: Ditemani Kader PSI, Mulyono Teman Kuliah Jokowi Akhirnya Muncul, Akui Bernama Asli Wakidi?
Alasan kedua yang menguatkan ketidakpercayaan publik adalah adanya klarifikasi resmi dari lembaga-lembaga yang memiliki otoritas. Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai almamater telah berulang kali menegaskan bahwa ijazah Jokowi adalah asli dan sah. Tak hanya itu, pihak Kepolisian melalui Bareskrim Polri juga telah melakukan verifikasi dan menyatakan keaslian ijazah tersebut.
3. Kesadaran Publik akan Motif Politik
Faktor ketiga, dan tak kalah penting, adalah kesadaran publik bahwa isu ini sarat dengan muatan politis. Menurut survei, masyarakat melihat pola bahwa isu ini kerap muncul dan memanas pada momen-momen politik krusial, terutama setelah putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, maju dan memenangkan kontestasi sebagai Wakil Presiden.
"Bagi publik, momen munculnya isu ini tidak lepas dari dinamika kekuasaan dan kontestasi elite menjelang periode politik baru," ucap Ardian.
Survei nasional ini dilaksanakan secara tatap muka pada 28 Mei hingga 12 Juni 2025 dengan melibatkan 1.200 responden dan memiliki margin of error sebesar +/- 2,9 persen. LSI Denny JA juga memperkuat temuan ini dengan riset kualitatif melalui wawancara mendalam dan analisis media.