Diwarnai Lemparan Asbak Tangisan Puan, Drama Politik Mega Menuju Ketum PDI

Wakos Reza Gautama Suara.Com
Jum'at, 01 Agustus 2025 | 18:35 WIB
Diwarnai Lemparan Asbak Tangisan Puan, Drama Politik Mega Menuju Ketum PDI
Drama politik saat Megawati Soekarnoputri menjadi Ketum PDI pertama kali. [suara.com/bagaskara]

Suara.com - Megawati Soekarnoputri kembali dikukuhkan menjadi Ketua Umum PDIP untuk periode 2025-2030 dalam Kongres Ke-6 PDIP yang digelar di Bali Nusa Dua Convention Center, Badung, Bali, Jumat (1/8/2025).

Kongres PDIP di Nusa Dua hari ini digelar secara tertutup diikuti oleh Ketua, Sekretaris, Bendahara (KSB) DPD, DPC dan seluruh DPP partai.

"Karena memang sudah terpilih di Rakernas kemarin, ini dikukuhkan saja. Forum Rakernas tidak untuk memilih ketua umum," kata Ketua Steering Comittee Kongres Ke-6 PDIP, Komarudin Watubun di sela-sela kongres dikutip dari ANTARA.

Dia mengatakan bahwa 100 persen peserta yang hadir meminta agar Megawati segera dikukuhkan menjadi ketua umum saat acara dimulai. Sehingga dari sejak dimulainya kongres, tak berlangsung lama hingga pengukuhan Megawati.

"Saya juga tidak tahu secepat ini, kita setting kan sampai 23.00 malam," kata dia.

Dikukuhkannya Megawati sebagai Ketua Umum PDIP menandai sudah 32 tahun lebih putri Proklamator Bung Karno itu menjabat sebagai Ketua Umum partai banteng. Sosok Mega yang kharismatik membuatnya tak tergantikan sebagai orang nomor 1 di PDIP.

Megawati pertama kali duduk di kursi Ketum PDIP saat Musyawarah Nasional (Munas) yang digelar 22-23 Desember 1993 di Hotel Garden, Kemang, Jakarta Selatan. Ketika itu PDIP masih bernama Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

Pada tahun 1993, terjadi konflik internal di tubuh PDI yang mengakibatkan Kongres IV PDI di Medan, Sumatera Utara, pada Juli 1993, deadlock.

Kuatnya intervensi pemerintah membuat PDI gagal memilih ketua umumnya. Di tengah konflik internal itu, muncullah nama Megawati Soekarnoputri sebagai calon ketua umum PDI selanjutnya.

Baca Juga: Makna Foto Dasco - Megawati Usai Amnesti Hasto, Kado Politik Adik-Kakak

Pada 2-6 Desember 1993, digelar Kongres Luar Biasa (KLB) PDI di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur. Megawati menjadi calon kuat Ketum PDI. Munculnya nama Mega membuat pemerintah gerah.

Menurut Panda Nababan dalam buku otobiografinya "Dalam Pusaran Kekuasaan", Mega dilarang masuk ke arena KLB. Ini menimbulkan kericuhan.

Panda Nababan mengatakan dirinya dan Taufiq Kiemas hampir terlibat adu jotos dengan para pengurus caretaker. Setelah melalui perdebatan panas, akhirnya Mega diperkenankan ikut KLB.

Panda mengatakan, sejak sidang hari pertama pada 2 Desember 1993, KLB sudah diwarnai ketegangan akibat adanya campur tangan pihak pemerintah yang berupaya menggagalkan Mega.

"Suasana di kongres semakin panas. Kursi dan asbak sudah terbang dilempar peserta kongres. Megawati sudah diamankan di bawah meja. Lampu dimatikan. Kepanikan melanda," ujar Panda menggambarkan situasi KLB PDI saat itu.

Puan Maharani yang saat itu masih kuliah di Universitas Indonesia, langsung terbang ke Surabaya untuk mengecek kondisi orang tuanya begitu mendengar kericuhan di KLB PDI.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI