Suara.com - Bersatunya dua kekuatan besar politik di Indonesia, antara Gerindra dan PDIP tampaknya tinggal menunggu waktu saja.
Sinyalemen ini terlihat dari pemberian amnesti terhadap Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, oleh Presiden Prabowo Subianto.
Tak lama dari itu, Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputi menginstruksikan semua kadernya mendukung pemerintahan Prabowo.
Situasi politik ini tampaknya sejalan dengan apa yang diimpikan Budiman Sudjatmiko sejak ia didepak dari partai banteng karena membelot ke kubu Prabowo-Gibran saat Pilpres 2024 lalu.
Menurut Budiman Sudjatmiko persatuan Gerindra-PDIP sebagai 'keharusan sejarah'. Bukan sekadar wacana koalisi biasa, mantan kader PDIP ini berbicara tentang sebuah fusi ideologis yang menurutnya krusial untuk membawa Indonesia melewati turbulensi geopolitik global.
Bagi Budiman, ini bukan manuver taktis sesaat. Ia menegaskan bahwa gagasan ini adalah bagian dari pemikiran strategisnya yang tidak pernah berubah, sebuah keyakinan yang berakar kuat pada analisis masa depan.
"Saya biasanya untuk hal-hal strategis bukan biasanya selalu untuk hal-hal strategis saya tidak pernah berubah. Kalau hal taktis mungkin masih bisa berubah. Kalau hal strategis biasanya enggak berubah. Dan bagi saya tesis jika Gerindra dan PDIP bersatu akan jadi super power tetap berlaku," ujar Budiman dikutip dari Youtube Harian Kompas.
Menurutnya, kepentingan nasional yang lebih besar menuntut realisasi mimpi tersebut.
"Jika melihat kepentingan lebih besar Menurut saya jawabannya itu (Gerindra dan PDIP bersatu)," tambahnya.
Baca Juga: Hasto PDIP Bebas usai Dapat Amnesti Prabowo, Reaksi PSI Mengejutkan!
Ancaman Geopolitik
Alasan utama di balik urgensi penyatuan ini, menurut Budiman, adalah situasi dunia yang kian tak menentu. Ia mengaku telah menyampaikan analisis ini langsung kepada Prabowo Subianto saat pertama kali menemuinya pada 18 Juli 2023, bertepatan dengan malam 1 Suro—sebuah momen yang sarat makna simbolis dalam tradisi Jawa.
"Pak Prabowo karena situasi geopolitik seperti ini waktu ngobrol di dalam dengan Pak Prabowo, kemungkinan ada perang besar, perang antarnegara besar pasti menular pada perang-perang yang lain which is benar ya bukan karena saya dukun ini karena saya ngelihat pola saja," ungkapnya.
Dengan prediksi tersebut, ia menggambarkan Indonesia sebagai sebuah pesawat yang membutuhkan kekompakan internal agar pilot bisa fokus menghadapi badai. Perpecahan di antara 'penumpang' hanya akan mengganggu konsentrasi.
"Rasa-rasanya Indonesia lebih butuh baik bersatu hari ini agar kita kompak gitu loh. Pesawat lagi nggak ada turbulensi masa penumpangnya banyak yang caca cucu segala macam kan ganggu konsentrasi pilot gitu kira-kira kita. Bersatunya kelompok-kelompok patriotik yang progresif ini menurut saya keharusan. bagi saya keharusan sejarah," tegasnya.
Budiman Sudjatmiko secara gamblang menyatakan bahwa potensi rekonsiliasi antara Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri selalu terbuka. Ia menyebut, dari sisi Prabowo, tidak pernah ada masalah personal maupun ideologis yang menghalangi.