Siapa Dennie Arsan Fatrika? Ketua Majelis Hakim yang Kini Resmi Dilaporkan Tom Lembong

Bella Suara.Com
Senin, 04 Agustus 2025 | 16:57 WIB
Siapa Dennie Arsan Fatrika? Ketua Majelis Hakim yang Kini Resmi Dilaporkan Tom Lembong
Kolase hakim Dennie Arsan Fatrika dan Tom Lembong. (Screenshot)

Suara.com - Mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong, mengambil langkah hukum dengan melaporkan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang telah memvonisnya dalam kasus impor gula. Langkah tersebut disampaikan oleh tim kuasa hukumnya kepada Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY).

Majelis yang memutus perkara Tom Lembong diketuai oleh Dennie Arsan Fatrika. Siapa sebenarnya Dennie Arsan, dan bagaimana profil kekayaannya? Simak informasinya berikut ini.

Terdakwa kasus dugaan korupsi impor gula Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong menyapa awak media dan pendukungnya saat meninggalkan Lembaga Permasyarakatan (LP) Cipinang, Jakarta, Jumat (1/8/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]
Terdakwa kasus dugaan korupsi impor gula Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong menyapa awak media dan pendukungnya saat meninggalkan Lembaga Permasyarakatan (LP) Cipinang, Jakarta, Jumat (1/8/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]

Status Jabatan dan Pangkat

Melansir laman resmi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Dennie Arsan Fatrika saat ini menjabat sebagai Hakim Madya Utama dengan pangkat Pembina Utama Muda (IV/c).

Ia dikenal sebagai sosok hakim karier yang telah malang melintang di berbagai pengadilan negeri di Indonesia, mulai dari Sulawesi Barat, Sumatra Barat, Sumatra Selatan, Jawa Barat, hingga DKI Jakarta.

Kariernya di dunia hukum dimulai sejak ditugaskan di Pulau Sumatra, dan kini dipercaya menangani perkara besar di PN Jakarta Pusat, termasuk kasus yang melibatkan Tom Lembong.

Riwayat Karier Dennie Arsan Fatrika

Berikut daftar perjalanan karier Dennie dari awal sebagai calon hakim hingga kini menjadi hakim senior di ibu kota:

  • Calon Hakim PN Karawang (1999)
  • Hakim PN Mamuju, Sulawesi Barat (2003)
  • Hakim PN Lubuk Basung, Sumatra Barat (2007–2010)
  • Hakim PN Lubuk Linggau, Sumatra Selatan (2010–2013)
  • Hakim PN Bogor, Jawa Barat (2013–2015)
  • Wakil Ketua PN Sabang, Aceh (2015–2016)
  • Wakil Ketua PN Baturaja, Sumatra Selatan (2016–2018)
  • Ketua PN Baturaja, Sumatra Selatan (2018–2020)
  • Hakim PN Bandung, Jawa Barat (2020–2021)
  • Wakil Ketua PN Bogor, Jawa Barat (2021)
  • Ketua PN Karawang, Jawa Barat (2021–2023)
  • Hakim PN Jakarta Pusat (2023–sekarang)

Kasus Tom Lembong dan Ketegasan di Sidang

Dalam sidang kasus korupsi kuota impor gula, Dennie memimpin majelis hakim yang menjatuhkan vonis 4 tahun 6 bulan kepada Tom Lembong. Ia juga sempat menegur posisi duduk terdakwa yang dianggap tidak sopan.

“Sebentar, mohon maaf... posisi duduk yang baik saja, tidak perlu disilangkan kakinya,” ujarnya dalam persidangan.

Tom pun langsung meminta maaf dan memperbaiki posisi duduknya. Sikap ini dinilai sebagai bentuk ketegasan Dennie dalam menjaga etika ruang sidang.

Baca Juga: Meski Sudah Bebas Berkat Abolisi Presiden, Tom Lembong Tetap Lakukan Perlawanan ke MA karena Ini

Kekayaan Capai Rp4,3 Miliar

Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) per 31 Desember 2024, Dennie melaporkan total kekayaan senilai Rp4.313.850.000. Rinciannya:

  • Properti: 3 bidang tanah/bangunan di Bogor senilai Rp3,15 miliar
  • Kendaraan: Mitsubishi Pajero, Toyota Innova, Yamaha N-Max — total Rp900 juta
  • Harta bergerak lainnya: Rp153,85 juta
  • Kas/setara kas: Rp460 juta
  • Utang: Rp350 juta

Kekayaan tersebut merupakan gabungan bersama sang istri yang berprofesi sebagai advokat. Sebagian aset juga disebut berasal dari warisan keluarga.

Tom Lembong Laporkan 3 Hakim ke Pengadilan Tipikor

Tom Lembong, resmi melaporkan tiga hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta ke Mahkamah Agung (MA), Senin (4/8).

Ketiga hakim tersebut merupakan majelis yang menjatuhkan vonis pidana terhadap dirinya dalam kasus korupsi importasi gula periode 2015–2016.

Anggota tim kuasa hukum Tom, Zaid Mushafi, menyebutkan bahwa laporan tersebut dibuat sebagai bentuk dorongan agar ada evaluasi dalam sistem penegakan hukum di Indonesia.

Ia menegaskan bahwa langkah ini bukan untuk membalas dendam, melainkan komitmen kliennya terhadap keadilan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI