eFishery Hancur: Unicorn Kebanggaan Kini Terjerat Korupsi Rp9,7 Triliun

Senin, 04 Agustus 2025 | 20:13 WIB
eFishery Hancur: Unicorn Kebanggaan Kini Terjerat Korupsi Rp9,7 Triliun
Co-Founder eFishery, Gibran Huzaifah yang terlibat dalam dugaan penggelembungan dana. (Instagram)

Suara.com - Sebuah cerita inspiratif dari dunia startup Indonesia kini berbalik menjadi drama kelam yang mengguncang ekosistem digital.

eFishery, unicorn yang selama ini dipuja karena misinya menyejahterakan pembudidaya ikan, kini terseret dalam pusaran dugaan korupsi dan penggelembungan dana fantastis.

Kabar penahanan tiga mantan eksekutif puncaknya, termasuk salah satu pendiri Gibran Huzaifah, oleh Polda Jawa Barat menjadi puncak dari gunung es masalah yang telah lama terpendam.

Skandal ini tidak hanya mempertaruhkan masa depan eFishery, tetapi juga kepercayaan publik terhadap startup teknologi yang sedang tumbuh pesat.

Awal Mula eFishery: Teknologi untuk Kesejahteraan

Untuk memahami betapa dalamnya kejatuhan ini, kita perlu melihat kembali ke awal mula eFishery.

Lahir dari Niat Baik: Didirikan pada 2013, eFishery lahir dari gagasan mulia untuk mengatasi masalah fundamental dalam industri akuakultur di Indonesia.

Inovasi Unggulan: Produk andalannya, smart feeder atau pemberi pakan otomatis, dirancang untuk meningkatkan efisiensi pakan, menekan biaya, dan pada akhirnya meningkatkan pendapatan para pembudidaya ikan dan udang skala kecil.

Meraih Status Unicorn: Dengan visi ini, eFishery meroket, meraih status unicorn (valuasi di atas US$1 miliar) dan menjadi simbol kesuksesan startup yang membawa dampak sosial positif.

Baca Juga: Siapa Lebih Kaya, Tom Lembong vs Dennie Arsan Fatrika Hakim yang Dulu Kasih Vonis 4,5 Tahun Penjara

Namun, di balik citra gemilang itu, sebuah praktik lancung diduga berjalan sistematis.

Skandal Terungkap: Bagaimana Dugaan Penggelembungan Dana Terjadi?

Isu ini pertama kali meledak ke publik setelah adanya laporan dari whistleblower yang mengendus kejanggalan dalam laporan keuangan perusahaan.

Laporan ini memicu investigasi internal oleh firma konsultan FTI Consulting, yang temuannya sangat mengejutkan.

Berikut adalah rincian dugaan manipulasi yang dilakukan oleh manajemen eFishery:

Penggelembungan Pendapatan Gila-gilaan

-Dilaporkan: US$752 juta (Januari - September 2024).

-Perkiraan Realita: Hanya US$157 juta.

Artinya: Ada 'dana siluman' sebesar US$600 juta atau sekitar Rp9,7 triliun yang digelembungkan.

Menyulap Rugi Menjadi Laba

-Dilaporkan: Laba US$16 juta.

-Perkiraan Realita: Rugi US$35,4 juta.

-Manipulasi Data Aset di Lapangan

Klaim: Lebih dari 400.000 unit smart feeder beroperasi.

Fakta Investigasi: Hanya sekitar 24.000 unit yang benar-benar aktif.

Praktik 'memoles' angka ini diduga kuat bertujuan untuk menarik minat investor, mendongkrak valuasi perusahaan, dan menjaga citra sebagai startup yang terus tumbuh pesat.

eFishery (Instagram/efishery)
eFishery (Instagram/efishery)

Kronologi Krisis dan Nasib Para Petinggi

Krisis ini mencapai puncaknya akhir pekan lalu dengan penahanan tiga figur sentral oleh Polda Jabar. Mereka adalah:

-Gibran Huzaifah, salah satu pendiri yang menjabat sebagai CEO.

-Angga Hadrian Raditya, mantan Wakil Presiden Keuangan.

-Andri Yadi, mantan Wakil Presiden AIoT dan Pembiayaan Budidaya.

Penahanan ini merupakan tindak lanjut langsung dari laporan investigasi internal.

Sebelum ditahan, Gibran Huzaifah bahkan sempat memberikan pengakuan kepada media.

"Saya hanya ingin menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang terkena dampak, terutama para petani karena mereka alasan saya melakukan ini," kata Gibran dalam wawancara dengan Bloomberg, seraya mengakui telah memoles angka laporan keuangan namun membantah mencuri uang perusahaan.

Hingga kini, operasi eFishery berada di ujung tanduk.

Penangkapan para pemimpin kunci ini menciptakan kevakuman kepemimpinan dan mengancam kelangsungan bisnis perusahaan.

Pelajaran Pahit untuk Ekosistem Startup Indonesia

Kasus eFishery menjadi tamparan keras bagi dunia startup Indonesia, yang seringkali terbuai narasi pertumbuhan cepat dan valuasi fantastis. Skandal ini menggarisbawahi beberapa poin kritis:

Tata Kelola Rapuh: Pentingnya Good Corporate Governance (GCG) yang kuat tidak bisa ditawar lagi.

Uji Tuntas Investor: Investor perlu lebih cermat dan tidak hanya terpukau oleh angka di atas kertas.

Masalah Sistemik: Kasus serupa yang menjerat TaniFund dan Investree menunjukkan ini bukan insiden tunggal, melainkan masalah yang perlu segera diatasi di ekosistem startup.

Kini, proses hukum akan berjalan untuk membuktikan segala tuduhan. Namun, kepercayaan yang telah rusak, baik dari investor, para pembudidaya ikan, maupun publik, akan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk pulih.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI