Suara.com - Sikap keras pemerintah yang menganggap pengibaran bendera Bajak Laut Topi Jerami atau One Piece sebagai tindakan makar dinilai terlalu berlebihan dan 'baper'. Pakar komunikasi massa dari Universitas Jenderal Soedirman, Edi Santoso, menyebut pemerintah telah mengambil kesimpulan yang terburu-buru dan justru kontraproduktif.
Kritik tajam ini dilontarkan menyusul pernyataan Menteri HAM Natalius Pigai yang tak main-main mengancam para pengibar bendera anime tersebut dengan pasal makar.
Menurut Edi Santoso, pemerintah gagal memahami bahwa makna sebuah simbol, termasuk bendera One Piece, bersifat dinamis dan sangat personal bagi penggunanya.
"Artinya simbol itu pemaknaannya dinamis dan sangat personal," kata Edi saat dihubungi Suara.com, Selasa (5/8/2025).
Ia menilai, langsung melabeli fenomena ini sebagai bentuk perlawanan atau makar adalah sebuah kesalahan fatal.
"Artinya men-judgement simbol ini sebagai sebuah bentuk perlawanan atau makar, itu kesimpulan yang terburu-buru dan punya implikasi luas," tegas Edi.
Harusnya Jadi Koreksi, Bukan Malah Dianggap Ancaman
Lebih jauh, Edi menyarankan pemerintah untuk melihat fenomena ini dari sudut pandang yang lebih positif. Jika pun bendera itu dimaknai sebagai simbol ketidakpuasan, seharusnya itu menjadi bahan koreksi bagi pemerintah, bukan malah dianggap sebagai ancaman.
"Kalau itu simbol ketidakpuasan, kan, faktanya, barangkali memang ada masyarakat yang tidak puas, kecewa dengan kondisi negara. Dan itu faktual dan mestinya ditanggapi secara positif," jelasnya.
Baca Juga: Geger Kibar Bendera One Piece Dituding Makar, Andreas Pareira Membela: Ini Protes Diam Masyarakat
Menurutnya, lebih baik ketidakpuasan itu disalurkan lewat simbol kreatif seperti bendera One Piece daripada melalui aksi-aksi anarkis.
Yang lebih disayangkan Edi, sikap reaktif dan keras dari pemerintah ini justru bertentangan dengan semangat rekonsiliasi yang sedang dibangun oleh Presiden Prabowo Subianto.
"Sampai membuat kebijakan-kebijakan, ada amnesti, abolisi, yang semangat besarnya itu sebetulnya semangat merangkul, semangat kebersamaan. Apalagi ini menjelang 17 Agustus," kata Edi.
Ia menilai, kegaduhan yang tidak perlu ini justru merusak momentum persatuan yang sedang coba diciptakan oleh presiden menjelang HUT ke-80 RI.
Sebelumnya, Menteri HAM Natalius Pigai memang melontarkan pernyataan keras yang memicu polemik. Ia menilai pengibaran bendera One Piece bisa dianggap melanggar hukum, bahkan berpotensi makar, karena dianggap tidak menghormati simbol negara. Sikap inilah yang kini dikritik sebagai tindakan yang terlalu berlebihan.