Suara.com - Politisi Dedi Mulyadi melemparkan gagasan yang berpotensi mengubah tatanan desa di Jawa Barat. Gagasan itu yakni tidak semua desa harus menyelenggarakan pemilihan kepala desa (Pilkades).
Gagasan ini disampaikannya Dedi Mulyadi kepada Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Yandri Susanto belum lama ini.
Menurut Dedi, wacana ini bertujuan untuk mengembalikan marwah desa sebagai basis adat dan meredam dampak negatif dari kontestasi politik.
"Peraturan budaya desa itu saya ingin mengembalikan kembali desa sebagai basic adat," ujarnya.
"Ada desa yang pemilihan, bisa jadi ada desa yang tidak mesti ada pemilihan ya," sebutnya.
Dedi mencontohkan, jika sebuah desa sudah memiliki tokoh yang kuat, dihormati secara turun-temurun, dan berhasil menjaga keharmonisan alam serta masyarakat, maka pemilihan langsung tidak lagi relevan.
"Secara turun-temurun dia baik dan dihormati oleh masyarakat sebagai tokoh yang seperti di Bali, saya pikir tidak mesti ada pemilihan," lanjutnya.
Ia menilai, kerusakan yang terjadi di banyak desa saat ini salah satunya dipicu oleh faktor politik yang seringkali memecah belah warga.
"Karena seringkali rusaknya desa itu di antaranya juga karena politik. Nah, ini yang lagi saya pikirkan," kata Dedi Mulyadi.
Baca Juga: Viral Perkara Vasektomi, Dedi Mulyadi Cerita Soal KB dan Keluarga Miskin Punya 24 Anak
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa kekuatan utama sebuah desa terletak pada sumber daya alamnya yang kini semakin terancam. Menurutnya, politik praktis seringkali mengabaikan kelestarian alam yang menjadi modal utama kehidupan warga.
"Orang desa itu kan modalnya itu sumber air Pak. Orang desa itu kan modalnya hutan. Orang desa itu modalnya areal pesawahan," katanya.
Ketika alam terjaga, kata Dedi, maka ekonomi warga desa akan mapan dan sejahtera. Sebaliknya, kerusakan alam akan menghilangkan esensi desa itu sendiri.
"Ekonominya baik. Tetapi kalau alamnya rusak karena penambangan, karena pembalakan liar, sumber airnya juga mengalami kekeringan, sungai mengalami pendangkalan, sawah mengalami penyempitan, desa itu hilang, Pak," tambahnya.
Dedi juga mengingatkan pentingnya menjaga desa berdasarkan pengalaman sejarah, di mana desa selalu menjadi penyelamat saat negara dilanda krisis ekonomi.
"Kenapa ini harus dijaga? Karena saya berangkat dari pengalaman reformasi atau di era ee kolonial Belanda, di era Jepang, di era orde lama sampai era Orde Baru jatuh," jelasnya. "Jadi orang kota mengalami problem krisis ekonomi ada tempat berlari yaitu desa. Sumber pangannya baik, sumber airnya baik, sumber energinya baik sehingga kita selamat," tandasnya.