Selama 6 Bulan Baru 2 Kali OTT, KPK Minta Maaf

Rabu, 06 Agustus 2025 | 17:17 WIB
Selama 6 Bulan Baru 2 Kali OTT, KPK Minta Maaf
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan permintaan maaf lantaran baru melakukan dua operasi tangkap tangan (OTT) selama enam bulan pertama pada tahun 2025. (Suara.com/Dea)

Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan permintaan maaf lantaran baru melakukan dua operasi tangkap tangan (OTT) selama enam bulan pertama pada tahun 2025.

Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto dalam Konferensi Pers Capaian Kinerja KPK Semester I Tahun 2025.

Awalnya, Fitroh memerinci penindakan di KPK dengan 31 penyelidikan, 43 penyidikan, 46 penuntutan, 31 perkara sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah, dan 35 sudah dieksekusi.

"Ini tentu juga dari beberapa perkara yang sudah berproses dari tahun-tahun sebelumnya, yang kemudian baru inkrah di semseter pertama tahun 2025 ini," kata Fitroh di Gedung Juang KPK, Jakarta Selatan, Rabu (6/8/2025).

Kemudian, Fitroh menyinggung dua kali OTT yang dilakukan KPK selama enam bulan pertama di tahun 2025. Dia menyebut jika KPK bisa melalukan OTT lebih masif, maka akan lebih bisa menimbulkan efek jera.

"Sepanjang semester 1 juga telah melakukan 2 kegiatan operasi tangkap tangan dan temen-temen sudah mengikuti semua ya, mohon maaf baru 2 (OTT)," ujar Fitroh.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan lima orang yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO), Rabu 6 Agustus 2025 [Suara.com/Antara]
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan lima orang yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO), Rabu 6 Agustus 2025 [Suara.com/Antara]

"Sebenarnya, kalau KPK mampu melakukan upaya-upaya operasi tangkap tangan cukup masif, kami dari KPK berharap betul-betul memberikan efek jera. Ya mohon doa dari temen-temen kita bisa lebih banyak OTT," tambah dia.

Dua OTT KPK pada Semester 1 2025

Adapun salah satu OTT yang dilakukan KPK pada semester I tahun 2025 yaitu kasus proyek pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU).

Baca Juga: 5 Penjudi Dicokok Polisi Gegara Rugikan Bandar, Publik Geleng-geleng: Makin Konyol Hukum di Sini

Eks Kepala Dinas PUPR Kabupaten OKU Nopriansyah dan tiga orang lainnya yang terjaring OTT KPK kini menjalani proses persidangan sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Palembang.

Dalam perkara ini, Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan bahwa sejumlah anggota DPRD Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, menagih jatah fee atau imbalan jasa proyek kepada Kepala Dinas PUPR OKU Nopriansyah (NOP) yang dijanjikan bakal cair sebelum lebaran.

Dia mengatakan, anggota DPRD yang menagih fee itu adalah Ferlan Juliansyah (FJ) selaku anggota Komisi III DPRD OKU, M Fahrudin (MFR) selaku Ketua Komisi III DPRD OKU, dan Umi Hartati (UH) selaku Ketua Komisi II DPRD OKU.

"Dijanjikan oleh saudara N (Kadis PUPR) akan diberikan sebelum Hari Raya Idul Fitri melalui pencairan uang muka sembilan proyek yang sudah direncanakan sebelumnya," kata Setyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (16/3/2025).

Sembilan proyek itu merupakan hasil dari pokir (pokok-pokok pikiran DPRD untuk pengadaan barang dan jasa) yang disetujui oleh pemerintah daerah. Proyek-proyek itu mulai dari rehabilitasi rumah dinas bupati dan wakil bupati, kantor Dinas PUPR OKU, perbaikan jalan, hingga pembangunan jembatan.

Selain tiga orang anggota DPRD dan Kadis PUPR yang ditetapkan sebagai tersangka, ada dua pihak swasta yang juga terseret dan menjadi tersangka yaitu M Fauzi (MFZ) alias Pablo dan Ahmad Sugeng Santoso (ASS).

Ketua KPK Setyo Budiyanto. (Suara.com/Dea)
Ketua KPK Setyo Budiyanto. (Suara.com/Dea)

Lebih lanjut, dia mengungkapkan MFZ kemudian menyerahkan uang senilai Rp2,2 miliar kepada Nopriansyah yang merupakan bagian komitmen fee proyek yang dititipkan ke seorang PNS berinisial A. Uang tersebut, kata dia, bersumber dari uang muka pencairan proyek.

Selain itu pada awal Maret 2025, menurut dia, ASS juga menyerahkan uang sebanyak Rp1,5 miliar ke Nopriansyah.

"Tim Penyelidik KPK mendatangi rumah saudara N (Nopriansyah) dan saudara A dan menemukan serta mengamankan uang sebanyak Rp2,6 miliar yang merupakan uang komitmen fee untuk DPRD yang diberikan oleh MFZ dan ASS," kata dia.

Untuk pihak penerima yakni NOP, FJ, UH, MFR, dijerat dengan Pasal 12 a atau Pasal 12 b, dan Pasal 12 f, dan Pasal 12 B, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Sedangkan untuk MFZ dan ASS selaku pihak swasta, dijerat dengan Pasal 5 Ayat 1 a, atau Pasal 5 Ayat 1 b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Di sisi lain, KPK juga melakukan OTT pada kasus dugaan suap pada proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara (Sumut) dan preservasi jalan pada Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah 1 Sumut.

Kepala Dinas (Kadis) PUPR Sumatera Utara (Sumut), Topan Ginting, resmi ditetapkan KPK jadi tersangka dugaan korupsi proyek jalan di Sumut.

Penetapan tersangka terhadap Topan Ginting alias TOP ini setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terkait dugaan korupsi jalan yang melibatkan Dinas PUPR Sumut serta Satuan Kerja (Satker) Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Sumut.

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur, mengatakan bahwa selain Topan Ginting, KPK juga menetapkan status tersangka terhadap 4 orang lainnya. Total ada 5 orang yang ditetapkan sebagai tersangka.

"Menetapkan 5 tersangka (dugaan korupsi proyek jalan di Sumut)," kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (28/6/2025).

Kelima orang yang ditetapkan tersangka yakni TOP atau Topan Ginting Kadis PUPR Sumut, RES Kepala UPTD PUPR Gunung Tua, Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta) rangkap, HEL pejabat Satker PJN Sumut rangkap PPK, KIR Direktur PT DNG dan RAY Direktur PT RN.

Tiga tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR dan preservasi jalan di Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Sumatera Utara yakni Topan Obaja Putra Ginting (kedua kanan), Rasuli Efendi Siregar (kedua kiri), dan M. Rayhan Dulasmi Pilang (kiri) berjalan keluar usai dihadirkan bersama dua tersangka lainnya dalam konferensi pers penetapan dan penahanan tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (28/6/2025).  [ANTARA]
Tiga tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR dan preservasi jalan di Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Sumatera Utara yakni Topan Obaja Putra Ginting (kedua kanan), Rasuli Efendi Siregar (kedua kiri), dan M. Rayhan Dulasmi Pilang (kiri) berjalan keluar usai dihadirkan bersama dua tersangka lainnya dalam konferensi pers penetapan dan penahanan tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (28/6/2025). [ANTARA]

Atas pengungkapan kasus dugaan korupsi proyek jalan ini, KPK turut menyita uang tunai Rp 231 juta yang merupakan sisa uang dari penarikan Rp 2 miliar yang diduga digunakan untuk melakukan penyuapan terhadap berbagai pihak agar PT DNG dan PT RHL mendapat proyek jalan di Sumut.

"Nilai proyek perbaikan (sejumlah) jalan di Sumut, totalnya Rp 231,8 miliar," ujar Asep.

Dia mengatakan para tersangka diduga sudah berkomplot untuk menunjuk PT DNG dan PT RN sebagai pemenang tender proyek jalan di Dinas PUPR Sumut dan Satker PJN I Sumut.

"Tidak menutup kemungkinan dari pemeriksaan itu akan diperoleh informasi aliran uang ke mana saja, ini masih awal, nilai tadi Rp 231,8 miliar itu nilai sangat besar, dan tentu pembagiannya ke beberapa tempat," tukasnya.

Terhadap tersangka TOP, RES, dan HEL, penyidik KPK menjeratnya dengan Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Sementara, KIR dan RAY dijerat dengan pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI