Suara.com - Polemik internal di Kebun Binatang Bandung (Bandung Zoo) kembali memanas, menyebabkan kericuhan dan penutupan sementara area tersebut. Kekacauan ini bermula dari konflik antara dua pihak yang mengklaim sebagai perwakilan dari Yayasan Margasatwa Tamansari (YMT), yang keduanya ingin mengoperasikan kebun binatang.
Kericuhan ini bahkan berujung pada jebolnya gerbang utama Bandung Zoo, memaksa aparat dan sejumlah organisasi masyarakat (ormas) untuk turun tangan demi menjaga situasi.
Situasi sempat tak terkendali ketika sekelompok orang yang merangsek masuk terlibat baku hantam dengan petugas dari manajemen baru. Setelah kewalahan, polisi akhirnya berhasil mengendalikan massa, dan kedua belah pihak sepakat untuk meredakan ketegangan.
Namun, imbas dari kericuhan ini menimbulkan kekhawatiran besar: belasan bayi satwa terancam mati akibat terlantarnya perawatan.
Kondisi Satwa yang Memprihatinkan dan Batas Bertahan Hidup Bayi Hewan
Kisruh ini berpotensi mengancam nyawa satwa, terutama bayi-bayi hewan yang sangat rentan. Terancamnya keselamatan satwa ini memicu kekhawatiran karena bayi hewan memiliki batasan waktu yang sangat singkat untuk bertahan hidup tanpa makanan.
Dikutip dari berbagai literatur, termasuk jurnal Animal board invited review: Animal source foods in healthy, sustainable, and ethical diets – An argument against drastic limitation of livestock in the food system yang ditulis Frederic Leroy dkk. Berikut adalah perkiraan ketahanan bayi hewan tanpa makanan, yang bervariasi tergantung jenis hewan dan usianya:
- Anak harimau, termasuk kucing-kucingan lain baru lahir hanya bisa bertahan sekitar 24-48 jam tanpa susu.
- Anak jenis hewan unggas, seperti burung baru menetas dapat bertahan sekitar seminggu, karena masih memiliki cadangan nutrisi dari kuning telur.
- Anjing bisa bertahan beberapa hari, tetapi lebih dari 48 jam tanpa makanan perlu perhatian medis.
- Burung bisa bertahan 1-2 hari pada suhu normal.
- Bayi mamalia mampu bertahan setidaknya hanya dua hari tanpa makan atau minum susu induknya
Faktor-faktor lain seperti ketersediaan air, kondisi lingkungan (suhu), dan kondisi kesehatan hewan juga sangat memengaruhi kemampuan mereka untuk bertahan hidup. Bayi hewan yang baru lahir memiliki cadangan energi yang sangat terbatas sehingga lebih rentan terhadap kekurangan nutrisi. Dengan kondisi Bandung Zoo yang ditutup dan satwa terancam telantar, nyawa belasan bayi hewan ini berada dalam bahaya serius.
Konflik internal ini tidak hanya merugikan pihak-pihak yang terlibat, tetapi juga mengancam kelangsungan hidup satwa-satwa yang tidak bersalah. Situasi ini menyoroti pentingnya segera menemukan solusi permanen untuk manajemen Bandung Zoo demi menjamin kesejahteraan seluruh penghuninya.
Baca Juga: Bojan Hodak Beri Libur Pemain Persib Bandung Jelang Super League dan ACL II
Sebagai informasi. polemik internal di Kebun Binatang Bandung (Bandung Zoo) mencapai puncaknya, mendorong manajemen baru dari Yayasan Margasatwa Tamansari (YMT) di bawah kepemimpinan John Sumampau untuk menutup sementara operasional kebun binatang. Langkah tegas ini diambil setelah manajemen lama bersikukuh tidak mau menyerahkan pengelolaan, meskipun John Sumampau telah kembali mengelola Bandung Zoo sejak Maret 2025.
Kembalinya John Sumampau sebagai pengelola Bandung Zoo terjadi setelah dua petinggi YMT sebelumnya, Bisma Bratakoesoema dan Sri, menjadi tersangka dalam kasus dugaan penguasaan lahan. Namun, konflik kembali muncul ketika manajemen lama YMT tetap beroperasi dan kembali menduduki kawasan tersebut pada 2 Juli 2025. Setelah sempat bertahan, pada 18 Juli 2025, pengelolaan Bandung Zoo kembali jatuh ke tangan manajemen lama, meskipun John Sumampau memiliki hak untuk mengelolanya.
Belakangan, pihak manajemen baru YMT memastikan bahwa kondisi satwa-satwa di Bandung Zoo masih dalam keadaan aman.