Viral Aksi Murid Toraja Angkut Batu, Takut Guru Kesayangan Tinggalkan Mereka

Tasmalinda Suara.Com
Kamis, 07 Agustus 2025 | 17:12 WIB
Viral Aksi Murid Toraja Angkut Batu, Takut Guru Kesayangan Tinggalkan Mereka
viral aksi siswa di Toraja angkut batu agar gurunya tetap menetap

Suara.com - Sebuah gambar dari pedalaman Toraja berhasil melakukan apa yang sulit dicapai oleh kampanye jutaan rupiah, mengetuk nurani bangsa.

Bukan potret kemewahan, bukan pula drama sensasional.

Hanya sekumpulan murid SD berseragam cokelat, tulus dan kompak mengangkut batu pipih.

Misi mereka sederhana namun menggetarkan yakni membangun lantai kamar mandi untuk guru mereka, dengan harapan sang guru tidak jadi "pulang ke kota".

Kisah ini, yang terangkum dalam kalimat, "Supaya abu Guru Gak Balik ke Kota, ga kejauhan", adalah potret cinta paling murni sekaligus kritik paling senyap terhadap realita pendidikan kita.

Ini bukan sekadar cerita gotong royong, ini adalah surat cinta yang ditulis dengan keringat dan batu.

Di Balik Aksi Gotong Royong: Sebuah Permohonan Agar Tak Ditinggalkan

Mari kita bedah kalimat kunci dari peristiwa ini: "Supaya abu Guru Gak Balik ke Kota."

Di dalamnya terkandung sebuah ketakutan yang mendalam.

Baca Juga: Semangat Namin di Usia Senja: Bersepeda Tengah Malam Demi Rezeki dan Lingkungan

Anak-anak ini tidak sedang membangun fasilitas, mereka sedang membangun benteng.

Benteng yang mereka harap cukup kuat untuk menahan guru tercinta mereka agar tidak pergi.

Aksi ini adalah manifestasi dari kecemasan kolektif anak-anak di daerah terpencil yang seringkali harus menghadapi pergantian guru.

Ketika mereka akhirnya menemukan sosok pendidik yang mampu merebut hati mereka—yang mereka sapa "Abu Guru"—mereka rela melakukan apa saja untuk mempertahankannya.

Bukan Sekadar Batu: Setiap batu yang mereka angkut dengan tangan-tangan mungil itu adalah simbol permohonan.

Sebuah suara tanpa kata yang berkata, "Pak/Bu Guru, tinggallah di sini. Kami membutuhkanmu."

Di balik kehangatan kisah ini, ada sisi dingin yang menampar kita semua.

Mengapa seorang guru bahkan sampai memiliki pikiran untuk "balik ke kota"? Kisah dari Toraja ini secara tidak langsung membongkar borok sistem yang sering kita abaikan:

Fakta bahwa murid harus turun tangan membangun kamar mandi adalah bukti nyata bahwa fasilitas dasar untuk para pendidik di daerah 3T (Terdepan,  Terluar, Tertinggal) masih jauh dari kata layak.

Ketika Hati Guru Direbut, Keterbatasan Bukan Lagi Tembok

Satu hal yang pasti: "Abu Guru" ini adalah pahlawan sejati.

Ia telah berhasil melakukan tugas paling fundamental seorang pendidik yakni merebut hati murid-muridnya.

Di tengah segala keterbatasan fasilitas, ia mampu memberikan sesuatu yang tidak ternilai harganya, rasa aman, inspirasi, dan kasih sayang.

Kisah ini membuktikan bahwa inti dari pendidikan bukanlah gedung megah atau kurikulum canggih, melainkan hubungan manusiawi antara guru dan murid.

Guru ini telah menanamkan pelajaran empati dan gotong royong yang efeknya akan mereka bawa seumur hidup—jauh lebih berharga dari sekadar rumus matematika atau hafalan sejarah.

Lebih dari Sekadar Viral, Ini Panggilan untuk Bergerak

Jangan biarkan kisah ini hanya menjadi konten viral yang lewat begitu saja.

Ini adalah sebuah cermin besar bagi kita semua. Sebuah panggilan untuk menuntut perhatian dan aksi nyata bagi para pahlawan pendidikan di garda terdepan.

Keringat anak-anak di Toraja ini adalah pesan kuat yang harus sampai ke telinga para pemangku kebijakan.

Bahwa cinta dan ketulusan memang bisa membangun lantai kamar mandi, tetapi dibutuhkan sistem yang adil dan manusiawi untuk membangun masa depan sebuah bangsa.

Kisah ini membuat kita merenung.

Siapa guru hebat yang pernah mengubah hidupmu?

Bagikan cerita dan apresiasimu di kolom komentar untuk menghormati jasa para pendidik kita

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI