Saat Kreativitas Dibungkam, Lahirlah Sindiran: Perang Mural dan Masa Depan Ekspresi Seni

Andi Ahmad S Suara.Com
Minggu, 10 Agustus 2025 | 05:40 WIB
Saat Kreativitas Dibungkam, Lahirlah Sindiran: Perang Mural dan Masa Depan Ekspresi Seni
Bendera One Piece (Shopee)
Viral tentara paksa hapus mural One Piece di Sragen
Viral tentara paksa hapus mural One Piece di Sragen

Insiden Sragen secara paksa menyeret kita ke dalam perdebatan fundamental: milik siapa sebenarnya ruang publik? Apakah ia properti steril milik pemerintah yang harus bersih dari segala bentuk ekspresi "liar"? Ataukah ia sebuah kanvas komunal tempat warga berhak menorehkan identitas, kegelisahan, dan aspirasi mereka?

Kasus ini mengaburkan garis tipis antara vandalisme dan seni jalanan (street art). Jika sebuah mural seperti One Piece yang secara objektif memperindah lingkungan dianggap sebagai pelanggaran, maka definisi "ketertiban umum" menjadi sangat sempit dan mengekang.

Ia mengabaikan peran seni sebagai alat untuk membangun identitas komunal dan menciptakan dialog visual dalam sebuah kota.

Masa Depan Seni Jalanan: Terancam atau Justru Berevolusi?

Aksi penghapusan mural yang kritis atau dianggap tidak sesuai selera penguasa bukanlah hal baru. Fenomena mural "Tuhan, Aku Lapar" atau "Dipaksa Sehat di Negara yang Sakit" juga mengalami nasib serupa. Ada kekhawatiran bahwa pola ini akan menciptakan chilling effect, di mana para seniman menjadi takut untuk berkarya di ruang publik.

Namun, kasus "tikus berdasi" di Sragen justru menunjukkan skenario sebaliknya. Represi tidak mematikan kreativitas; ia memaksanya untuk bermutasi.

Menjadi Lebih Simbolis, Seniman akan mencari cara-cara baru yang lebih cerdas dan terselubung untuk menyuarakan kritik.

Memicu Solidaritas, Setiap penghapusan justru memperkuat solidaritas di antara warga dan komunitas kreatif.

Memanfaatkan Efek Streisand, Seperti yang terbukti, semakin dilarang, sebuah pesan justru semakin viral. Upaya sensor menjadi panggung promosi gratis yang membuat pesan kritik tersebar jauh melampaui tembok aslinya.

Baca Juga: Rumah Ngontrak, Pajak Rp 28 Miliar: 6 Fakta di Balik Kisah Syok Tukang Jahit Pekalongan

Perang mural di Sragen adalah pelajaran berharga. Ia menunjukkan bahwa kreativitas adalah energi yang tidak bisa dihancurkan. Ia bisa ditekan, bisa dihapus, tetapi ia akan selalu menemukan celah untuk tumbuh kembali, seringkali dalam bentuk yang lebih kuat dan lebih bermakna dari sebelumnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI