Suara.com - Seorang mahasiswi Jurusan Akuntansi di Universitas Cenderawasih (Uncen), Jayapura, bernama Tinamid Selegani mencuri perhatian banyak orang.
Namanya langsung disorot setelah ia baru-baru ini menuntaskan sebuah misi yang bagi banyak orang terdengar mustahil. Ya, ia menyelesaikan skripsi, dari proposal hingga sidang akhir, hanya dengan mengandalkan sebuah ponsel.
Perjalanan akademis Tinamid pada awalnya berjalan seperti mahasiswa pada umumnya, yakni menggunakan laptop.
Namun, takdir berkata lain. Di tengah jalan, perangkat yang menjadi senjata utamanya itu mulai sering bermasalah, hingga akhirnya menyerah dan mati total.
Di titik inilah, banyak yang mungkin akan memilih untuk berhenti sejenak, menunda, atau bahkan menyerah. Tapi ini tak berlaku bagi Tinamid.
Baginya, laptop yang mati bukanlah sebuah hambatan. Dengan tekad yang menyala, ia mengambil satu-satunya alat yang tersisa, yaitu ponsel pintarnya.
Layar kecil itu sontak beralih fungsi menjadi medan pertempurannya. Jemarinya mulai menari di atas keyboard virtual, merangkai setiap bab, menyusun setiap tabel, dan merevisi setiap paragraf dengan kesabaran ekstra.
Tantangan yang dihadapinya tidak main-main. Selain keterbatasan fisik layar yang membuat mata lelah dan proses pengetikan menjadi lambat, ia juga harus berjibaku dengan koneksi internet yang sering kali tidak stabil di daerahnya.
Proses riset dan pengumpulan data yang seharusnya bisa dilakukan dengan cepat, berubah menjadi ujian kesabaran yang menguras waktu dan tenaga.
Baca Juga: Seorang Ibu Siuman dari Koma usai Diajak Anak Joget TikTok, Tapi...
Namun, rintangan terbesar yang dihadapi Tinamid bukanlah soal teknis, melainkan beban emosional yang tak kalah berat.
Ia menjalani perjuangan ini tanpa kehadiran kedua orangtua yang telah lebih dulu berpulang.
Di saat-saat paling rapuh, ketika rasa lelah dan sedih menyergap, bisikan untuk mengeluh dan menyerah kerap datang menghantui.
Di tengah kegelapan itu, secercah cahaya hadir dari sang adik, Ferdinan Selegani.

Ferdinan tidak hanya menjadi penyemangat, tetapi juga jangkar emosional bagi Tinamid.
Setiap doa dan kata-kata dukungan dari adiknya menjadi bahan bakar yang membuatnya terus melangkah, menepis segala keraguan yang muncul di benaknya.