Suara.com - Sederet pertemuan hangat antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden Prabowo Subianto yang kerap menghiasi media mungkin tak seindah kelihatannya.
Di balik senyum dan laporan-laporan megah Prabowo, tersembunyi sebuah strategi politik yang disebut meniru gaya khas Jokowi sendiri: antara kata dan perbuatan bisa sangat berbeda.
Analisis tajam ini diungkap oleh pengamat politik dan pertahanan, Selamat Ginting, yang menyarankan publik untuk tidak terkecoh dengan frekuensi pertemuan, melainkan fokus pada kebijakan akhir yang diambil.
Menurutnya, Prabowo kini memainkan "jurus Jokowi" untuk menavigasi lanskap politik yang kompleks, bahkan jika itu berarti mengorbankan proyek legasi sang presiden.
Belajar dari Sang Senior: "Antara Kata dan Perbuatan Berbeda"
Inilah yang disebut Ginting sebagai bukti bahwa Prabowo telah belajar dari gaya politik Jokowi selama ini, di mana tindakan politik tidak selalu sejalan dengan narasi yang ditampilkan di depan publik.
"Nah, ini juga ingin menunjukkan bahwa dia belajar berpolitik gaya Jokowi juga gitu kan. antara kata dengan perbuatan bisa berbeda. Artinya bicara dengan Jokowi ternyata tindakannya berbeda," tegasnya dikutip dari Youtube Forum Keadilan TV.
Karena itu, Ginting menyarankan publik untuk lebih kritis. Pertemuan yang sering jangan langsung diartikan sebagai keselarasan total. Tindakan dan kebijakan akhir adalah barometer yang sesungguhnya.
"Kan kita harus melihat bagaimana figur Prabowo kalau dengan Jokowi harus dilihat tindakannya, bukan hanya pertemuannya. Kan kita begitu sekarang kita kesal kan dengan pertemuan-pertemuan Prabowo dengan Jokowi yang terlalu sering. Tapi kita harus bisa menahan diri juga apa langkah yang akan diputuskan dalam sebuah kebijakan politik," jelasnya.
Baca Juga: Upacara 17 Agustus di Istana Diprediksi Penuh Drama Politik, Jokowi Bakal Absen?
Dua contoh kebijakan terbaru menjadi bukti paling kuat dari analisis ini. Pertama, mengenai Ibu Kota Nusantara (IKN), proyek kebanggaan Jokowi. Meski Prabowo tampak mesra dengan Jokowi, keputusannya justru berlawanan.
"Ternyata kan misalnya perayaan 17 Agustus yang ke-80 tahun ini perayaan hari kemerdekaan dilaksanakan di Jakarta bukan di IKN. kemudian juga dana ke IKN nyaris tidak ada lagi. Kan artinya begitu cara membacanya seperti itu. Dekat tapi kebijakannya seperti apa?" sorot Ginting.
Kedua, adalah manuver cerdas Prabowo dalam arena partai politik. Ia secara fisik hadir dalam kongres Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang dipimpin putra Jokowi, Kaesang Pangarep, menunjukkan kedekatan.
Namun di saat yang sama, ia memberikan "hadiah politik" yang jauh lebih besar kepada rival PSI, yaitu PDI Perjuangan, melalui rencana penyelamatan hukum terhadap Hasto Kristiyanto.
"Sama Loh kok ternyata hadir di dalam kongres PSI begitu kan? Tetapi, tetapi kemudian dia memberikan semacam angin segar kepada musuhnya PSI yaitu PDIP yang tanpa dia harus hadir di dalam kongres PDIP," pungkas Ginting.