Suara.com - Drama politik di Pati, Jawa Tengah, mencapai babak baru yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Setelah kericuhan di luar kantor bupati, amarah rakyat tidak berhenti.
Ratusan massa aksi justru merangsek masuk ke jantung lembaga legislatif dan secara efektif mengambil alih ruang sidang paripurna DPRD Pati.
Suasana yang seharusnya sakral dan penuh wibawa berubah total menjadi arena orasi rakyat.
Peristiwa ini menjadi puncak dari serangkaian gejolak yang dipicu oleh kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan sikap pemerintah daerah yang dinilai arogan.
Berikut adalah 7 fakta kunci di balik momen mencekam saat ruang sidang dewan 'dikuasai' oleh rakyatnya sendiri.
1. Ruang Sidang Paripurna 'Dikuasai' Penuh oleh Massa
Ini bukan sekadar protes di depan gedung. Ratusan demonstran yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pati Peduli Rakyat (AMPPR) benar-benar berhasil masuk dan menduduki seluruh area di dalam ruang sidang paripurna.
Mereka membanjiri setiap sudut, dari balkon hingga area kursi anggota dewan, mengubah total atmosfer ruangan dari forum formal menjadi panggung rakyat.
Baca Juga: Viral Gas Air Mata Demo Pati di Perkampungan, Nyasar atau Sengaja Ditembakkan?
2. Duduki Kursi Pimpinan dan Anggota Dewan
Sebagai simbol perlawanan paling kuat, para demonstran tidak ragu untuk duduk di kursi-kursi empuk yang biasanya diduduki oleh para wakil rakyat.
Bahkan kursi pimpinan sidang yang berada di posisi paling terhormat pun tak luput dari 'pendudukan'.
Aksi ini adalah pesan simbolis yang sangat kuat: untuk sementara, rakyat mengambil alih langsung posisi para wakilnya yang mereka anggap belum sepenuhnya menyuarakan penderitaan mereka.
3. Rebut Mikrofon, Teriakkan Tuntutan Lewat Sound System Resmi
Untuk memastikan suara mereka terdengar jelas, massa aksi mengambil alih kendali mikrofon di meja pimpinan dan anggota dewan.
Menggunakan sistem pengeras suara resmi milik DPRD, mereka secara bergantian berorasi.
Ruangan yang biasanya hanya mendengar laporan pandangan fraksi, kini dipenuhi oleh suara kemarahan, keluhan, dan tuntutan rakyat secara langsung dan tanpa filter.
4. Gema Seruan "Lengserkan Sudewo!" Menggema Tanpa Henti
Satu tuntutan utama yang terus-menerus digemakan di dalam ruang sidang adalah pemakzulan Bupati Pati, Sudewo. "Lengserkan Sudewo! Lengserkan Sudewo sekarang juga!" menjadi seruan yang menggema tanpa henti.
Diiringi gema takbir, tuntutan ini menunjukkan bahwa kemarahan massa sudah tidak lagi bisa dinegosiasikan.
Mereka tidak hanya meminta kebijakan dibatalkan, tetapi sudah menuntut kepala daerahnya untuk turun dari jabatan.
5. Ketua DPRD Berusaha Menenangkan Situasi
Di tengah 'kekacauan' tersebut, Ketua DPRD Pati, Ali Badrudin, tampak hadir dan berusaha menenangkan massa.
Ia mencoba berdialog dan mendengarkan aspirasi yang disampaikan secara langsung oleh para orator dadakan dari kalangan demonstran.
Kehadirannya menunjukkan upaya mediasi, meski situasi sudah terlanjur dikuasai oleh emosi dan semangat massa yang membara.
6. Terjadi Justru Usai DPRD Sepakati Hak Angket
Fakta paling menarik adalah, aksi pengambilalihan ruang sidang ini terjadi setelah DPRD secara resmi menyepakati penggunaan Hak Angket untuk menyelidiki Bupati Sudewo dalam sidang paripurna beberapa jam sebelumnya.
Ini menunjukkan bahwa keputusan DPRD untuk memulai proses pemakzulan ternyata belum cukup memuaskan massa. Mereka menuntut proses yang lebih cepat dan kepastian bahwa sang bupati benar-benar akan lengser.
7. Puncak Kemarahan Akibat Kenaikan PBB yang Mencekik
Seluruh drama politik ini berakar dari satu masalah, kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dinilai gila-gilaan, bahkan dilaporkan mencapai 300% di beberapa wilayah.
Kebijakan ini dianggap mencekik leher rakyat di tengah kondisi ekonomi yang sulit.
Ditambah dengan sikap pemerintah daerah yang dianggap tertutup dan arogan, kemarahan ini terakumulasi hingga akhirnya meledak menjadi serangkaian aksi protes yang puncaknya adalah pendudukan ruang sidang paripurna.