Suara.com - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memberikan respons tegas dan berkelas terhadap berbagai kritik serta stigma negatif yang dialamatkan kepadanya.
Dalam perbincangan di Podcast Akbar Faizal Uncensored, Dedi Mulyadi tak gentar meski kerap dilabeli dengan sebutan "Mulyono Jilid 2" oleh lawan-lawan politiknya.
Bagi Dedi, julukan sinis seperti itu, termasuk "Gubernur Konten", "Kang Duda Merana", hingga "Gubernur Pencitraan", hanyalah angin lalu yang tidak akan mengganggu fokus kerjanya sebagai orang nomor satu di Jawa Barat.
Ia mengaku sudah terbiasa dengan dinamika politik yang seringkali menyerang personalitasnya.
"Tidak masalah dengan berbagai gelar yang diberikan, seperti 'Mulyono Jilid 2', 'Gubernur Pencitraan', atau bahkan 'Kang Duda Merajalela'," ujar Dedi Mulyadi dengan nada santai dalam podcast tersebut.
Menurut politisi yang akrab disapa Kang Dedi ini, gaya kepemimpinannya yang kerap turun langsung ke masyarakat dan aktif di media sosial bukanlah hal baru.
Ia menegaskan bahwa apa yang dilakukannya saat ini sama persis dengan metodenya saat menjabat sebagai Bupati Purwakarta selama dua periode.
Perbedaannya, kata dia, hanya terletak pada skala dan amplifikasi media yang kini jauh lebih masif di tingkat provinsi.
Fenomena ini ia pandang sebagai konsekuensi logis di era digital, di mana setiap gerak-gerik pemimpin menjadi sorotan dan bahan perbincangan publik.
Baca Juga: Di Balik Aksi Unik Ustaz Felix Siauw Kibarkan Bendera One Piece, Ternyata Ini Pesan yang Disampaikan
Namun, Dedi Mulyadi tidak hanya menanggapi soal julukan. Ia juga meluruskan tudingan yang menyebutnya tidak berakhlak mulia atau berbuat zalim.
Secara menohok, ia memaparkan definisi akhlakul karimah seorang pemimpin dari sudut pandangnya.
Baginya, moralitas seorang pejabat publik tidak cukup diukur dari retorika atau penampilan luar, melainkan dari cara ia mengelola dan mempertanggungjawabkan anggaran negara kepada rakyatnya.
"Optimisme publik yang muncul bukanlah karena buzzer, melainkan karena publik bahagia bisa mengakses dan melihat langsung peruntukan anggaran provinsi," tegas Dedi Mulyadi.
Ia bahkan mengklaim bahwa serangan buzzer yang gencar menyudutkannya justru banyak diorganisir dari luar wilayah Jawa Barat.
Ini menjadi indikasi bahwa ada pihak-pihak tertentu yang merasa tidak nyaman dengan transparansi dan model kepemimpinan yang ia terapkan.