Seteru 'Kelas Gemuk' Memanas: Dedi Mulyadi Tolak Mediasi, Sodorkan Analogi Warung dan Anak Jajan

Andi Ahmad S Suara.Com
Sabtu, 16 Agustus 2025 | 18:19 WIB
Seteru 'Kelas Gemuk' Memanas: Dedi Mulyadi Tolak Mediasi, Sodorkan Analogi Warung dan Anak Jajan
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi [Youtube Kang Dedi Mulyadi Channel]

Suara.com - Pertarungan hukum antara Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi melawan aliansi delapan organisasi sekolah swasta memasuki babak baru yang lebih tajam.

Dedi Mulyadi secara terbuka menolak mentah-mentah jalur mediasi yang direkomendasikan majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung terkait kebijakan kontroversial penambahan rombongan belajar (rombel) hingga 50 siswa per kelas di SMA negeri.

Sikap tegas ini diiringi dengan analogi pedas yang menyindir posisi para penggugat, mengisyaratkan bahwa pertarungan ini akan berlanjut di meja hijau tanpa ada ruang kompromi dari pihak gubernur.

Alih-alih menyambut baik "jembatan" mediasi yang disodorkan PTUN, Dedi Mulyadi justru mempertanyakan urgensi keterlibatan dirinya secara langsung.

Baginya, proses hukum sudah didelegasikan sepenuhnya kepada tim kuasa hukumnya, sehingga pertemuan tatap muka dengannya tidak lagi relevan.

"Gugatannya kan diminta mediasi. Mediasi itu kan sudah ada kuasa hukum. Ngapain gubernur, kan sudah ada kuasa hukum," kata Dedi Mulyadi dilansir dari Antara.

Lebih jauh, ia secara fundamental mempertanyakan legalitas gugatan dari para sekolah swasta. Menurutnya, objek dari Keputusan Gubernur Jabar Nomor 463.1/Kep.323-Disdik/2025 adalah sekolah negeri, bukan sekolah swasta.

Gedung PTUN Bandung. (ANTARA/HO PTUN Bandung)
Gedung PTUN Bandung. (ANTARA/HO PTUN Bandung)

"Surat keputusan gubernur itu kan untuk sekolah negeri, para kepala sekolah negeri. Artinya yang menjadi objeknya adalah sekolah negeri. Kemudian yang menggugatnya kan sekolah lain yang di luar sekolah negeri," ucap Dedi Mulyadi.

Untuk memperjelas argumennya, Dedi Mulyadi melontarkan sebuah analogi yang tajam dan langsung menyasar akar masalah yang dipersepsikan, yakni dampak kebijakan terhadap penerimaan siswa di sekolah swasta.

Baca Juga: Prabowo Siapkan Anggaran Pendidikan Rp 757 Triliun: KPK 'Pasang Kuda-Kuda' Cegah Jadi Bancakan

"Saya berikan contoh, saya melarang anak untuk keluar rumah dan jajan ke warung. Tiba-tiba warungnya mengalami penurunan pendapatan. Terus warungnya marah pada saya, menggugat saya karena melarang anak saya jajan, bisa enggak?," ucapnya.

Analogi ini secara gamblang mengilustrasikan pandangan Dedi bahwa kebijakan internal pemerintahannya untuk menampung lebih banyak siswa di sekolah negeri tidak seharusnya menjadi dasar gugatan bagi pihak eksternal (sekolah swasta) yang mungkin terdampak secara bisnis.

Sikap Dedi Mulyadi ini kontras 180 derajat dengan harapan pihak penggugat. Kuasa hukum delapan organisasi sekolah swasta, Alex Edward, menyatakan bahwa pihaknya justru sangat membuka ruang dialog dan berharap bisa bertemu langsung dengan sang gubernur.

"Harapan kami langsung dengan Pak Gubernur lah ya, bisa bertemu secara langsung agar bisa menyampaikan apa yang menjadi keinginan prinsipal daripada penggugat," kata Alex usai sidang di PTUN Bandung, Kamis (14/8).

Pihak penggugat merasa, pertemuan langsung adalah cara terbaik untuk mencari solusi yang mengakomodasi kepentingan semua pihak, di luar jalur hukum yang kaku.

Majelis hakim sendiri memberikan waktu satu minggu bagi kedua belah pihak untuk mengupayakan mediasi sebelum sidang pokok perkara dilanjutkan pada 21 Agustus 2025.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI